SELAMAT DATANG

Welcome To My Blog, I Hope You Are Interested and Enjoy It With Me. Certainly, We Can Learn To Each Other. Hehehe...
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 08 April 2011

PROYEK MANGKRAK MAKALAH UNTUK PAK NURUL ANWAR

Makalah ini dibuat hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi proyek di MIE Unsoed. Semoga tidak ada yang tersungging....

Analisis Proyek Mangkrak
(Studi kasus tentang Pembangunan Taman “Usman Janatin”
Di Kabupaten Purbalingga)


A. Latar Belakang
Penyelenggaraan otonomi daerah yang oleh undang-undang di titik beratkan pelaksanaannya di Daerah Kabupaten/Kota, telah memberi hak dan tanggungjawab yang besar kepada daerah tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, termasuk didalamnya kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan berbagai potensi di daerahnya untuk menggali sumber-sumber keuangan baru berupa Pendapatan Asli Daerah / PAD. Secara politis memang diamanatkan bahwa salah satu keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah antara lain diukur dari sejauh mana daerah tersebut mampu secara mandiri dalam membiayai kebutuhan pembangunannya, dengan tidak menggantungkan diri terhadap berbagai penerimaan yang bersumber dari Pemerintah Pusat.
Namun demikian harus disadari bahwa dalam praktek kenyataannya, pemberian otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab kepada daerah belum serta merta memampukan daerah dalam membiayai kebutuhannya. Hal ini antara lain disebabkan karena sumber-sumber penerimaan yang ”gemuk” masih dikuasai oleh Pemerintah Pusat; dan daerah hanya diberikan hak dan wewenang untuk menggali dan menguasai sumber-sumber penerimaan yang berskala kecil, ”kurus” dan kurang menghasilkan. Kebijakan pemerintah Pusat yang dibingkai oleh hirarkhi pemerintahan serta konteks otonomi yang berada dalam ikatan Negara Kesatuan ini ”sekilas” merugikan daerah namun, namun justru menguntungkan bagi Kabupaten / Kota khususnya di wilayah Pulau Jawa yang belum berkembang secara ekonomi dan relatif tidak memiliki potensi sumberdaya alam yang memadai untuk ”dijual” sebagai sumber pendapatan daerahnya.
Hal ini mengingat bahwa sumber penerimaan negara yang terbesar disamping bersumber dari penerimaan pajak, juga digali dari pengelolaan sumber daya alam berupa hutan, dan berbagai bahan tambang.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pendapatan Asli daerah di Kabupaten/Kota di Wilayah Jawa, (kecuali Daerah Khusus Ibu Kota dan Kota –kota besar lainnya) tidak pernah tembus pada angka yang melebihi 10 % dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah / APBD yang dikelolanya. Ini Berarti bahwa 90 % sumber pendapatan Daerahnya berasal dari pemberian pemerintah Pusat, baik berupa Dana Alokasi Umum /DAU, Dana Alokasi Khusus /DAK, Bagi hasil pajak dan bukan Pajak, Bagi Hasil Minyak dan Gas maupun pos penerimaan lainnya.
Berpijak pada kondisi tersebut, serta adanya ”kewajiban” Daerah untuk terus berupaya mandiri dalam hal pembiayaan pembangunannya sesuai dengan hakekat otonomi daerah melalui upaya pendayagunaan kewenangan dan potensi daerahnya masing-masing; maka seluruh Kabupaten/Kota telah menginisiasi potensi dan kewenangan yang dimilikinya untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerahnya. Secara empiris, hal ini bisa berujung pada dua kenyataan yang saling bertolak belakang yakni (1) terciptanya iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif untuk memajukan perekonomian daerah yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berpotensi menjadi sumber PAD atau (2) tibulnya penetapan kebijakan pajak dan retribusi secara berlebihan yang justru menimbulkan distorsi dalam kegiatan usaha dan investasi. Kebijakan yang pertama berimplikasi pada peningkatan laju kegiatan dan usaha masyarakat sehingga nantinya berpotensi menjadi ”sumber PAD yang gemuk” dan kebijakan yang ke dua dapat mematikan kreativitas masyarakat karena rencana usahanya tidak berkembang secara maksimal yang disebabkan oleh pembebanan pajak dan retribusi di awal mereka mulai berusaha.
Tingkat kejadian atas dua fenomena tersebut diatas terjadi dengan skala yang beragam di berbagai daerah yang berbeda, tergantung pada bagaimana daerah tersebut merespon danmemaknai kewenangan yang dimilikinya, yaitu apakah daerah akan lebih mementingkan sisi penerimaan dengan berusaha meningkatkan penerimaan melalui kenaikan tarif dan penganekaragaman pajak dan retribusi atau lebih memberikan prioritas pada bagaimana mengefektifkan sisi pengeluaran untuk menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif yang selanjutnya dapat mendorong kegiatan usaha dan investasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Mudrajad Kuncoro (2007) menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 2001 justru telah memperburuk iklim investasi. Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan daerah (perda) yang tidak ‘pro-bisnis’ diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tidak kondusif.
Meskipun kesan buruk tersebut masih melekat dan menjadi stigma negatif praktek berotonomi daerah selama ini, banyak juga daerah kabupaten / kota yang telah ber revoluasi secara signifikan dalam membenahi penyelenggaraan pemerintahannya sehingga terwujuda dan terpelihaa iklim usaha dan investasi yang semakin kondusif melalui kebijakan dan regulasi perijinan one stop service yang semakin cepat, mudah dan murah.
B. Pendirian BUMD sebagai solusi alternatif peningkatan PAD.
Disamping kedua alternatif sebagaimana diutarakan diatas, Pemerintah Kabupaten Kota juga memiliki pilihan lain dalam mendongkrak besaran PAD nya yakni bersama-sama dengan kemampuan Usaha Swasta ikut menciptakan usaha sendiri baik yang dikelola oleh Dinas terkait maupun melalui pendirian dan operasionalisasi Badan Usaha Milik Daerah /BUMD.
Secara filosofis, pendirian usaha oleh daerah mempunyai 2 misi yang harus dijalankan secara selaras dan seimbang, yakni (1) fungsi pendapatan yang berdimensi bisnis atau mencari keuntungan dan (2) fungsi pelayanan masayarakat yang berdimensi sosial.
C. Deskripsi obyek dan masalah kajian
Dalam tulisan ini, difokuskan pada kasus pembangunan Taman “Usman Janatin” oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga di lahan bekas Pasar Kota Purbalingga dimana sampai dengan bulan Maret 2011, sudah terhitung 8 (delapan) bulan sejak selesai dibangunnya secara fisik, namun belum dapat difungsikan operasional secara efektif. Hal ini menjadikan proyek di tengah kota Purbalingga yang menelan dana hampir 5 milyar ini olerh banyak pihak dinilai sebagai proyek “mangkrak” dan telah menghiasi pemberitaan di berbagai harian lokal baik Suara Merdeka maupun Radar Banyumas.

Kerangka pikir pembangunan Taman “Usman Janatin”
Taman “ Usman Janatin” dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga secara multiyears selama 2 tahun, yakni melalui APBD tahun anggaran 2008 dan tahun 2009. Kegiatan ini dilandaskan pada pertimbangan filosofis antara lain sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah Kabupaten kepada Usaha berskala rakyat berupa pasar tradisional sehingga lahan bekas pasar tidak dibangun sebagai lokasi pasar modern, penyediaan ruang publik kepada masyarakat luas berupa Taman dan Ruang Terbuka Hijau, penyediaan sarana hiburan rakyat dan pembinaan olah raga serta harapannya untuk sedikitnya memberikan pemasukan kepada daerah berupa pajak dan retribusi dari sektor pariwisata.
Dengan demikian, Taman yang menggunakan nama Pahlawan nasional yang gugur di Singapura dan merupakan Putra Asli Purbalingga tersebut; disamping diarahkan untuk menciptakan keindahan kota dan fungsi sosial lainnya, juga diharapkan dapat sebagai sumber pemasukan baru bagi peningkatan PAD. Sejalan dengan maksud tersebut, areal Taman dibagi ke dalam tiga clusters yakni ruang terbuka hijau berupa taman yang terbuka umum, Pusat Jajan serba Selera /PUJASERA, Ruang Karaoke Keluarga dan Pusat kebugaran dan senam / fitness center serta penyiapan lahan yang diprioritaskan untuk rencana pembangunan hotel kelas menangah dan atas guna mendukung pariwisata Purbalingga. Kawasan puja sera telah didesain secara khusus untuk memasarkan produk unggulan kuliner Purbalingga serta Pusat informasi pariwisata daerah yang diharapkan dapat semakin meramaikan wisata Purbalingga yangsemakin dikenal secara regional dan bahkan nasional.
Dalam perkembangannya, pemanfaatan aset tersebut oleh Pemerintah kabupaten sesuai dengan maksud dan tujuannya tidak berarti tanpa hambatan. Disamping permasalahan “manajemen usaha” yang memang tidak diakui kinerjanya apa bila dilakukan oleh jajaran Dinas terkait ataupun BUMD; pendayagunaan ruang karaoke keluarga juga tidak sepenuhnya “direstui” oleh ulama setempat melalui Majelis Ulama Indonesia /MUI Kabupaten Purbalingga. Hal ini karena adanya kekawatiran bahwa lokasi tempat hiburan tersebut dapat menjadi sumber maksiat yang justru disediakan oleh Pemerintah daerah yang semestinya “anti maksiat” sesuai visi pemerintahan yang telah digariskan; yang antara lain mencita-citakan masyarakat yang semakin sejahtera dan berkeadilan serta berakhlakul karimah /berakhlak mulia.
Dalam situasi yang demikian, salah satu pilihan yang ditempuh adalah mengupayakan pendayagunaan fasilitas dimaksud untuk dikelola pihak ketiga melalui kerja sama pengelolaan maupun sewa menyewa. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Di dalam implementasinya, penerapan ketentuan ini tidak semudah membalik telapak tangan. Ketentuan ini mengamanatkan agar pemilihan Pihak ketiga yang akan ditetapkan sebagai mitra kerja sama oleh Pemerintah Daerah, harus dilaksanakan melalui mekanime lelang. Kondisi ini diakui semakin menyulitkan posisi Pemerintah daerah di tengah sepinya peminat kerja sama pengelolaan oleh mitra yang dianggap memiliki kompetensi serta sanggup memberikan kontribusi PAD sesuai ketentuan normatif dan target-target pendapatan yang diharapkan oleh Pemerintah daerah.



D. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pembangunan Taman “Usman Janatin” oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga sudah mencerminkan kebijakan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik / good governance.
2. Misi yang dibebankan pada pembangunan taman tersebut meliputi fungsi pelayanan yang berdimensi sosial dan “fungsi kewirausahaan” pemerintah daerah dalam bentuk usaha hiburan sekaligus upaya promosi produk kuliner dan dukungan terhadap sektor pariwisata yang secara nyata mulai berperan sebagai pengungkit perekonomian daerah.
3. Dalam praktek pemanfaatannya, masih terbentur pada regulasi tata cara pengelolaan yang “ relatif sulit” dan belum dapat direspon secara optimal oleh para pelaku usaha di bidang pariwisata dan hiburan serta adanya kekawatiran yang berlebihan dari para tokoh agama setempat berupa potensinya sebagai sumber maksiat yang bertentangan dengan norma sosial dan agama.
4. Jika silang pendapat dan tata cara pemanfaatan yang relatif sulit tidak dapat diatasi atau diselesaikan secara bijak dan proporsional /win-win solution maka taman yang pembangunannya dibiayai dengan dana cukup besar tersebut tidak bisa didaya gunakan secara optimal sehingga tidak membawa kemanfaatan yang berarti baik baik secara ekonomi maupun sosial.
E. Saran
1. Perlunya kerja keras dari jajaran aparatur terkait untuk mensosialisasikan atau menawarkan fasilitas taman tersebut agar bisa dikelola secara profesional oleh Mitra usaha swasta yamg memiliki kompetensi dan kemampuan kuat. Meskipun tidak mudah, harapannya adalah agar misi sosial dan misi ekonomi yang telah dicanangkan dapat berjalan seiring.
2. Perlu adanya pendekatan yang lebih intensif dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat agar efek atau dampak pariwisata dapat ditekan pada angka yang minimal. Secara praksis dunia hiburan dan senang-senang memang tidak bisa dijauhkan dari unsur-unsur yang bertentangan dengan norma- agama. Namun demikian, setidaknya dapat dijaga agar berbagai kepentingan dapat berjalan seiring tanopa dominasi salah satu unsurnya
3. Perlunya dilaksanakan kajian untuk merubah pemanfaatan gedung untuk keperluan diluar fitness center dan karaoke misalnya untuk ruang rapat dan tempat resepsi atau gedung bioskop sehingga lebih bisa menekan dampak ikutan sebagaimana yang dikhawatirkan para ulama
4. Apa bila pengelolaan oleh pihak ketiga tidak dimungkinkan atau dinilai tidak efisien, maka tidak ada salahnya untuk dicoba dikelola oleh salah satu Dinas terkait yang membidangi.
5. Pemerintah Kabupaten Purbalingga bisa belajar dari Pemerintah Kabupaten Banyumas, seperti mereka meneglola tamankota “andeng pangrenan” Puwakerta.


-----------------selesai -----------------
 

Masa Lalu

Masa Lalu
My Family

Saat Ocha mikir

Saat Ocha mikir
jagoanku

my super hero

my super hero
Saat Rifky masih kecil

Lets Go To Dream

Lets Go To Dream
my dream come true

Istana Wagub

Istana Wagub
cieee ...

mikir ......