SELAMAT DATANG

Welcome To My Blog, I Hope You Are Interested and Enjoy It With Me. Certainly, We Can Learn To Each Other. Hehehe...
Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 09 Mei 2013

TESIS : ANALISIS DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PEREKONOMIAN KABUPATEN PURBALINGGA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dalam website portal Kabupaten Purbalingga dapat diketahui, sebelum adanya otonomi daerah, Purbalingga hanyalah bagian dari 35 kabupaten/kota di Jawa tengah yang nyaris tak terdengar gaungnya. Bahkan Purbalingga sering diidentifikasi sebagai bagian dari Purwokerto, kota sentral di wilayah eks-karesidenan Banyumas. Tetapi sejak tahun 2000-an, Purbalingga malah merupakan salah satu contoh kabupaten yang secara progresif melakukan pembangunan hingga mendapatkan berbagai macam penghargaan. Misalnya sebagai Juara I Kabupaten/Kota Pro Investasi tingkat Jawa Tengah di tahun 2004 dan tahun 2009  (Humas Setda, 2010).
Perekonomian Kabupaten Purbalingga pada tahun 1993 sampai 2011 seperti halnya kabupaten yang lain, juga mengalami pasang surut. Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Negara, juga berimbas pada Kabupaten Purbalingga. Krisis moneter sempat menghempaskan pertumbuhan ekonomi di Kabupeten Purbalingga hingga ke minus 8,27. Akan tetapi seiring membaiknya perekonomian Negara, berlakunya otonomi daerah yang menuntut kreativitas para stakeholder beserta jajarannya ditingkat kabupaten, menjadikan daerah ini mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup progresif. Naik turunnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Kab. Purbalingga 1993-2011

Tahun
Pertumbuhan (%)
Tahun
Pertumbuhan (%)
1993
6.15


1994
6.20
2003
3.14
1995
6.11
2004
3.35
1996
7.07
2005
4.18
1997
7.56
2006
5.06
1998
(8.27)
2007
6.19
1999
1.10
2008
5.30
2000
2.78
2009
5.89
2001
2002
3.50
4.13
2010
2011
5.67
6.12
Sumber : Bappeda (2012)
 Pertumbuhan ekonomi yang rata rata tinggi di Kab. Purbalingga terjadi pada saat sebelum krisis moneter 1997.  Imbas dari krisis, pada tahun 1998 terjadi pertumbuhan ekonomi yang mencapai minus 8,27. Akan tetapi trend peningkatan pertumbuhan di tahun tahun selanjutnya menunjukkan hasil yang terus meningkat. Dari BPS Kabupaten Purbalingga, diperoleh data pertumbuhan Purbalingga periode 2006 - 2011  mencapai rata rata 5,6%. Walaupun pada tahun 2006 dan tahun 2008 pernah mengalami perlambatan akibat adanya kebijakan moneter dan adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM di tingkat nasional pada tahun sebelumnya. Tahun 2007 pertumbuhan mencapai 6,19% diklaim oleh BPS sebagai pertumbuhan terbaik dibanding tahun tahun sebelumnya.
Dalam pertumbuhan yang mencapai rata rata 5,6% per tahun, capaian kinerja pengurangan penduduk miskin di Kabupaten Purbalingga, dibandingkan dengan wilayah Barlingmascakeb, menunjukkan hasil yang memuaskan. Purbalingga memperoleh rangking tertinggi  dengan persentase penurunan rumah tangga miskin sebesar 17,2%. Diikuti Kabupaten Banjarnegara sebesar 13,7%, Banyumas 9.0%, Cilacap 5,8%, dan Kebumen dengan pengurangan RTS sebesar 3,7%  (Humas Kabupaten Purbalingga, 2010).
Data mengenai ketenagakerjaan di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat dalam Tabel 1.2 dibawah ini
Tabel 1.2.
Ketenagakerjaan Kab.Purbalingga

Tahun
Angkt.
kerja
pengangguran
Pendu
duk
Tahun
Angkt.
Kerja
pengangguran
Pendu
duk
1993
323.758
6.225
781.879
2003
404.477
14.796
860.057
1994
333.458
6.572.
795.524
2004
411.414
14.029
871.840
1995
355.860
6.788
810.786
2005
418.470
13.224
879.951
1996
368.795
7.057
816.109
2006
425.646
12.386
885.039
1997
375.804
7.560
821.433
2007
432.946
11.516
890.779
1998
383.901
11.940
826.756
2008
440.371
10.613
896.272
1999
378.278
9.035
832.080
2009
447.924
9.675
901.369
2000
353.074
10.531
833.069
2010
445.605
8.702
851.963
2001
381.252
14.543
833.069
2011
449.867
7.225
891.675
2002
374.739
18.564
843.809




         Sumber : Bappeda, diolah (1994 - 2012)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan angkatan kerja dan jumlah penduduk yang selalu bertambah, penggangguran meledak ditahun 2002  yang mencapai angka 18.564. Namun sejak tahun 2003 angka pengangguran terus menurun dan semakin berkurang hingga tahun 2011 tercatat 7.225 orang. Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang gencar menggiatkan iklim investasi, jumlah angkatan kerja  yang mengalami kenaikan setiap tahunnya dapat diimbangi dengan laju pertumbuhan pengangguran terbuka yang semakin rendah. Ini menandakan penyerapan tenaga kerja berjalan dengan baik. Secara teoritis, masalah kemiskinan, pengangguran ataupun kesempatan kerja akan dapat diatasi dengan memaksimalkan investasi yang produktif di berbagai sektor ekonomi (Kattel, 2011). Tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan masalah besar di banyak daerah, tidak terkecuali di Kabupaten Purbalingga. Menurut teori Nurkse (2011), dalam Trade and Development, kemiskinan merupakan sebuah hubungan sebab akibat (kausalitas melingkar) artinya kemiskinan terjadi karena pendapatan perkapita rendah. Pendapatan perkapita yang rendah menyebabkan tingkat investasi yang rendah sehingga permintaan domestik perkapita juga rendah. Semua menyebabkan terjadinya kemiskinan. Keadaan seperti ini berputar membentuk lingkaran kemiskinan sebagai sebuah hubungan sebab akibat.
Sejalan dengan teori Nurske, diharapkan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam pengurangan kemiskinan akan menghasilkan perluasan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan.
Ditinjau dari konstelasi posisi geografisnya, Kabupaten Purbalingga kurang mempunyai potensi yang dapat dijadikan sebagai basis perekonomian. Interkoneksi dengan kabupaten tetangga tidak dilalui oleh jalur angkutan umum yang bersifat strategis seperti halnya kabupaten / kota di wilayah pantai utara pulau Jawa / PANTURA maupun jalur selatan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendayagunaan potensi sumberdaya lokal antara lain melalui pengembangan investasi. Kebijakan Pemerintah Daerah tentang Pro Investasi melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, antara lain memberikan kemudahan perijinan usaha melalui pelayanan One Stop Service pada tahun 2003, dan penerapan standart ISO 9000 pada tahun 2007. Selain itu, pemerintah daerah berusaha menghilangkan pungutan, memberikan keringanan retribusi, memberikan insentif pada kegiatan usaha strategis, menyediakan data potensi dan akses informasi peluang usaha dan investasi, memfasilitasi kegiatan promosi dan pemasaran, menyiapkan sarana penunjang/ infrastruktur, memfasilitasi penyediaan bahan baku bagi jenis industri tertentu dan mengembangkan kerjasama antar daerah di bidang ekonomi. Segala upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Purbalingga telah menarik minat calon investor yang akan melakukan ekspansi usahanya. Masyarakat Kabupaten Purbalingga juga dipersiapkan menyambut datangnya investasi melalui sapta pesona industri. Sapta pesona industri ini terdiri dari tujuh point yaitu; keramahan, ketertiban, keamanan, kelancaran proses produksi, penyediaan tenaga kerja, penyediaan bahan baku, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sinergi positif antara pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan penciptaan iklim usaha yang kondusif sebagai bagian dari strategi pembangunan dalam mendorong perekonomian daerah. Investasi sebagai bagian dari upaya pengembangan perekonomian daerah diharapkan dapat ikut mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hasil dari Sakernas tahun 2010 disebutkan bahwa penduduk Kabupaten Purbalingga yang berusia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja sebanyak 85,09%.  Sehingga investasi padat karya penting dilakukan untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Beberapa industri yang berkembang baik adalah perusahaan PMA yang bergerak dibidang rambut dan bulu mata palsu. Bahkan dengan adanya model plasma, industri ini dapat didirikan didesa yang terpelosok sekalipun.
Model plasma yang dimaksud adalah pekerjaan membuat bulu mata dan rambut palsu di rumah, tanpa harus datang ke pabrik. Dengan cara seperti ini, baik perusahaan maupun pekerja merasa sama sama diuntungkan. Pekerja tidak perlu bersusah payah datang ke pabrik dengan berbagai biaya, dapat dikerjakan kapan saja dan dimana saja. Pihak  perusahaan pun tidak perlu bersusah payah mencari pekerja yang mau membuat bulu mata dan rambut palsu dengan segala persyaratannya. Fakta di lapangan, antara pekerja model plasma dan perusahaan terkadang tidak saling mengenal. Pekerja tidak mengetahui pada perusahaan mana dia bekerja, dan perusahaan juga tidak mengetahui pekerja mana saja yang bekerja untuknya, karena terdapat penghubung yang menyalurkan bahan baku ke desa, dan penghubung pula yang mencari siapa siapa saja yang mau bekerja membuat bulu mata dan rambut palsu. Sehingga antara hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan  tidak seperti layaknya buruh yang bekerja di dalam pabrik. Model plasma ini terdapat dalam  setiap desa di Kabupaten Purbalingga, hingga yang terpelosok sekalipun.  Dengan adanya model plasma seperti ini, investasi asing dan investasi dalam negeri yang bergerak dalam pembuatan bulu mata dan rambut palsu semakin hari semakin meningkat. Data mengenai investasi, dapat dilihat dalam tabel 1.3 dibawah ini:
Tabel 1.3.
Keadaan Realisasi Investasi di Purbalingga (dalam ribuan rupiah)

Thn
PMA
PMDN
Non PMA/PMDN
Jmlh prshn
Invest(Rp)
Jmlh prshn
Invest(Rp)
Jmlh prshn
Invest(Rp)
1993
3
8.547.978
1
 3.000.000
612
6.658.0854
1994
3
9.017.768
1
 3.000.000
624
6.998.980
1995
3
9.567.934
1
 3.000.000
634
7.038.789
1996
3
10.098.879
1
 3.000.000
655
7.298.017
1997
3
8.345.078
1
 3.105.000
674
8.345.045
1998
3
10.565.789
1
 3.325.276
676
8.911.679
1999
5
13.987.000
1
 3.543.025
732
7.877.787
2000*
8
16.171.000
1
 3.678.000
760
8.655.000
2001*
8
16.171.000
1
 3.701.235
798
8.656.765
2002*
9
18.942.000
1
 3.825.351
847
8.732.649
2003
9
28.597.000
1
4.100.000
977
91.393.544
2004
11
77.197.000
1
4.528.000
1.465
147.060.019
2005
13
95.009.996
1
7.476.998
1.974
287.266.721
2006
13
106.327.266
1
8.900.000
2.683
348.218.255
2007
15
145.712.317
1
8.900.000
3.130
422.064.253
2008
17
184.334.320
1
 8.900.000
3.378
450.672.325
2009
17
188.334.354
1
 8.900.000
3.873
578.296.486
2010
18
197.821.742
14
21.548.910
4.098
621.548.910
2011
18
228.330.000
14
21.548.910
4.503
664.801.334
     Sumber  : * LKPJ 2000-2005
                        KPM Kab.Purbalingga, 2012

Investasi asing dari tahun 1993 sampai tahun 1998 mengalami stagnasi dalam jumlah perusahaan. Tercatat hanya tiga buah perusahaan asing yang memang dari awal sudah bergerak dalam industri pembuatan bulu mata dan rambut palsu. Memasuki tahun 2000 jumlah perusahaan PMA mulai tertarik berinvestasi di Kabupaten Purbalingga. Apalagi sejak dicanangkannya Kabupaten Purbalingga sebagai daerah pro investasi dengan segala kemudahannya, jumlah perusahaan PMA semakin lama semakin banyak. Tahun 2011 tercatat 18 buah perusahaan PMA yang semuanya berkecimpung dalam industri pembuatan bulu mata dan rambut palsu. Penyerapan tenaga kerja dalam pembuatan bulu mata dan rambut palsu sangat tinggi. Sebuah perusahaan dapat menampung ribuan pekerja, sehingga jumlah pengangguran terbuka di tahun tahun sesudahnya menunjukan trend yang semakin menurun.
Perusahaan PMDN yang ada di Kabupaten Purbalingga, sejak tahun 1993 sampai tahun 2009 mengalami stagnasi dalam jumlah. Tercatat hanya 1 perusahaan saja yang bergerak dalam industri pembuatan keramik. Perusahaan ini berorientasi ekspor dan dalam perjalanannya perusahaan tersebut mengalami pailit sehingga pada tahun 2010, sudah tidak berdiri lagi. Akan tetapi dalam waktu yang sama tumbuh 14 perusahaan PMDN yang sebagian besar bergerak dalam bidang bulu mata dan rambut palsu. Begitu pesatnya perkembangan industri bulu mata dan rambut palsu di Kabupaten Purbalingga, sehingga pemerintah daerah mengklaim industri bulu mata dan rambut palsu ini sebagai yang terbesar di Indonesia dan nomor dua di dunia setelah Gwangju, Korea Selatan. Ciri khas pekerja yang berada di sektor industri bulu mata dan rambut palsu ini adalah perempuan. Khususnya perempuan dibawah usia 45 tahun. Ciri yang spesifik ini dikarenakan pembuatan bulu mata dan rambut palsu memerlukan ketekunan, kerajinan, kerapian dan kerajinan tersendiri. Sehingga perrempuan dianggap lebih cocok mengerjakan usaha ini dibanding laki laki. Ketelatenan menjadi kunci utama dalam pembuatan bulu mata dan rambut palsu. Faktor ini pula yang menyebabkan pekerja perempuan jarang ada yang berusia lebih dari 45 tahun. Karena selain membutuhkan konsentrasi yang tinggi, diperlukan pula mata yang awas untuk menata helai demi helai rambut. Diatas usia 45 tahun, pekerja perempuan kebanyakan sudah tidak sanggup lagi membuat bulu mata dan rambut palsu dikarenakan mata sudah tidak awas. Menurut data BPS Purbalingga, jumlah perempuan yang menganggur lebih sedikit daripada laki laki. Peluang pekerja perempuan untuk bekerja di perusahaan rambut sangat terbuka. Yang terjadi sekarang,  Kabupaten Purbalingga justru kekurangan tenaga kerja perempuan, sehingga mengambil tenaga kerja di sekitar kabupaten sekitar yaitu Banyumas dan Banjarnegara.
 Penyerapan tenaga kerja yang tinggi, diharapkan dapat menaikkan pendapatan masyarakat sehingga pada akhirnya perekonomian di daerah dapat berkembang dengan baik. Salah satu indikasi yang dipergunakan untuk mengukur perkembangan perekonomian suatu daerah adalah dengan melihat PDRB. PDRB yang dicapai merupakan hasil dari seluruh nilai tambah yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan ekonomi di seluruh suatu wilayah tertentu. Data PDRB menggambarkan kemampuan mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki untuk melakukan suatu proses produksi. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah sangat tergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut (Bappeda, 2011). Gambaran selengkapnya mengenai kondisi perekonomian Kabupaten Purbalingga dapat dilihat dalam Tabel 1.4 berikut ini :
Tabel 1.4
PDRB Kabupaten Purbalingga Atas Dasar Harga Konstan
Menurut Lapangan Usaha tahun 2000-2011 (juta rupiah)

Tahun
PDRB ADHK
Tahun
PDRB ADHK
1993
        1.297.881.86
2003
        1.784.728.21
1994
        1.378.389.43
2004
        1.844.532.07
 1995
        1.462.546.18
2005
        1.921.653.92
 1996
        1.565.970.42
2006
        2.018.808.10
 1997
        1.684.387.01
2007
        2.143.746.23
 1998
        1.545.030.05
2008
        2.257.392.77
 1999
        1.562.055.67
2009
        2.390.244.57
 2000
        1.605.463.50
2010
        2.525.872.73
 2001
        1.661.656.61
2011
        2.680.456.14
 2002
        1.730.318.78


                 Sumber :Bappeda,diolah (1994 - 2012)

Sebagai tolok ukur perekonomian suatu daerah, pertumbuhan PDRB tidak dapat lepas dari peran pengeluaran pemerintah dalam sektor pelayanan publik. Pengeluaran pemerintah mencakup belanja rutin dan belanja pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran daerah. Pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi berimplikasi pada besarnya tingkat perekonomian suatu daerah (Wibisono, 2003). Pengeluaran pemerintah baik berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dapat mendorong penerimaan masyarakat, melalui efek pelipatgandaan / Multiplier effect (Boediono, 1992:118). Peningkatan pendapatan dapat mendorong konsumsi, tabungan masyarakat dan peningkatan permintaan secara keseluruhan. Ini dapat memacu produsen untuk menambah investasi / memperluas kapasitas produksi. Pada akhirnya akan tercipta kesempatan kerja baru bagi masyarakat.
Pengeluaran pemerintah Kabupaten Purbalingga sejak tahun 1993 sampai dengan 2011 selalu mengalami peningkatan. Kebutuhan pelayanan publik dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya standar kehidupan masyarakat menyebabkan terus meningkatnya kebutuhan  belanja pemerintah.  Peningkatan beban belanja pemerintah daerah ini apabila tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan keuangan daerah akan  semakin menurunkan kualitas pelayanan publik.

1.2.  Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah perekonomian pada era sebelum krisis moneter masih lebih tinggi dibandingkan dengan perekonomian setelah krisis, Pada tahun 1997 perekonomian tumbuh hingga mencapai 7,56. Pertumbuhan setinggi ini belum pernah tercapai kembali di era pasca krisis moneter, padahal investasi di berbagai bidang, baik itu PMA, PMDN maupun Non PMA/PMDN yang berbasis ramah tenaga kerja dan ekonomi kerakyatan telah bertambah dengan pesat.  Namun demikian perekonomian Kabupaten Purbalingga dalam perkembangannya tidak sesuai dengan perkembangan investasi, angkatan kerja dan pengeluaran pemerintah.
Atas dasar hal tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian yang menguji pengaruh investasi, angkatan kerja, pengeluaran pemerintah, terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Pertanyaan peneliti yang dikemukakan adalah :
1.         Seberapa jauh realisasi investasi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
2.         Seberapa jauh jumlah angkatan kerja mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
3.         Seberapa jauh realisasi belanja pemerintah mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
4.          Seberapa jauh realisasi investasi, jumlah angkatan kerja dan realisasi belanja pemerintah secara bersama sama mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi investasi, angkatan kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus, adalah untuk  :
1.     Menganalisa seberapa jauh realisasi investasi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
2.     Menganalisa seberapa jauh jumlah angkatan kerja mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
3.     Menganalisa seberapa jauh realisasi belanja pemerintah mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
4.      Menganalisa seberapa jauh realisasi investasi, jumlah angkatan kerja dan realisasi belanja pemerintah secara bersama sama mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?

1.4.   Manfaat Penelitian 
Merujuk pada tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu :
a.    Manfaat teoritis, dapat memperkaya perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi di lapangan, khususnya yang terkait dengan pengaruh investasi, angkatan kerja, pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga.
b.    Manfaat praktis, dapat memberikan masukan yang berarti bagi Kabupaten Purbalingga dalam meningkatkan perekonomian di daerah, khususnya melalui perspektif investasi, angkatan kerja dan pengeluaran pemerintah.

1.5. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya variabel yang mempengaruhi perekonomian suatu daerah, faktor investasi, angkatan kerja dan pengeluaran pemerintah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Kabupaten Purbalingga. Dengan asumsi, bahwa:
1.           Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi, investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan swasta.  Investasi dalam hal ini adalah gabungan dari realisasi nilai PMA, PMDN, Non PMA /PMDN.
2.           Non PMA/PMDN adalah pemilikan modal dalam negeri yang tidak mengacu pada UU No. 12 Tahun 1970, sebab tidak tercantum secara eksplisit didalamnya . Termasuk dalam skala ini adalah Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM), Usaha perseorangan baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
3.           Angkatan  kerja menurut BPS didefinisikan dengan penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Angkatan kerja merupakan sumber daya potensial sebagai pengerak, penggagas dan pelaksana  dari pembangunan di daerah tersebut, sehingga dapat memajukan daerah tersebut.
4.           Pengeluaran pemerintah didefinisikan sebagai nilai output atas pelayanan pemerintah dikurangi dengan nilai penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit–unit yang kegiatannya tidak dapat dipisahkan. Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah sama dengan nilai barang dan jasa yang digunakan oleh pemerintah untuk konsumsinya pada saat itu. Pengeluaran pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah belanja rutin dan belanja pembangunan.
Belanja pemerintah, angkatan kerja kerja  dan investasi merupakan komponen pengeluaran dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dan dilain pihak dalam siklusnya komponen ini juga sebagai sumber bagi penciptaan nilai tambah. Perputaran siklus ini menghasilkan perubahan perekonomian suatu wilayah dimana perubahan tersebut dapat menjadi indikator bagi kinerja perekonomian yang bisa melambat atau lebih cepat.  Ketiga aspek tersebut diharapkan menjadi pendorong untuk tumbuh dan berkembangnya suatu perekonomian di daerah tersebut.  Dengan demikian tingkat belanja pemerintah, angkatan kerja dan investasi dapat   dijadikan indikator dalam peningkatan perekonomian yang dalam penelitian di representasikan  dengan Product Domestic Regional Bruto (PDRB).
 

Masa Lalu

Masa Lalu
My Family

Saat Ocha mikir

Saat Ocha mikir
jagoanku

my super hero

my super hero
Saat Rifky masih kecil

Lets Go To Dream

Lets Go To Dream
my dream come true

Istana Wagub

Istana Wagub
cieee ...

mikir ......