SELAMAT DATANG

Welcome To My Blog, I Hope You Are Interested and Enjoy It With Me. Certainly, We Can Learn To Each Other. Hehehe...
Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 06 November 2010

“ AKU MENULIS MAKA AKU ADA” 
Oleh
Nurul Dini Hardiani, SPd.
Siapa bilang menulis itu pekerjaan mudah ? Menurut pengalaman pribadi, fakta jelas-jelas menggamblangkan bahwa menulis itu sesuatu yang sangat sulit. Ibarat seseorang yang coba coba belajar memasak masakan dari Negeri Antah Berantah; yang jangankan mencicipi, melihat bentuk masakannyapun belum pernah. Hanya meraba-raba dari teori dan resep yang didapatkannya. Alhasil, cita rasa yang didapat sudah hampir pasti sesuai dengan selera si pemasak, atau mungkin si pemasak malah membuat menu baru karena terlalu jauhnya rasa masakan buatannya itu dari cita rasa yang aslinya. Tapi itulah keunikan dari dunia tulis menulis, prosesnya hampir sama seperti latihan memasak. Kali pertama akan menghasilkan formula yang hambar atau bahkan aneh, cita rasa yang tak terbayangkan sebelumnya, sehingga membuat seseorang mengerenyitkan dahi ketika membacanya. Tetapi apabila si pemula tidak putus asa, pantang menyerah dan telaten dalam mencoba, maka akan terasa kemudahan dalam menulis. Semakin sering kita menulis maka akan semakin ahli kita dalam meramu kata demi kata hingga tercipta untaian kalimat yang indah dan enak dibaca. Apabila karakter kita kuat serta didukung oleh ide-ide yang orisinil, maka akan tercipta pula gaya penulisan yang khas seperti halnya tulisan lepas suguhan Prof. Eko di rubrik Gayeng Semarang harian Suara Merdeka; terasa sederhana, namun komunikatif, lugas, renyah, dan menyegarkan.
Meskipun masih dalam taraf pemula dan belajar, seorang penulis pada akhirnya harus memberanikan diri untuk menampilkan karya tulisannya dan siap diapresiasikan oleh pembaca. Terlalu jauh untuk menulis berdasarkan pesanan seseorang karena hal Itu bagian pekerjaan untuk seseorang yang sudah ahli dan pakar dalam bidang kepenulisan. Untuk menuliskan sesuatu yang sepelepun terkadang stress dan bete menghadang. Persoalan mood pun seringkali membuat macet ide- ide yang mampir di kepala; betul betul suatu perjuangan yang berat. Bukan hanya perjuangan untuk melawan diri sendiri, tetapi juga perjuangan untuk membuat tulisan yang dapat diterima oleh pembaca. Menjadi lebih sulit lagi manakala seorang penulis pemula dihadapkan pada masih rendahnya budaya baca di negeri ini.
Dengan sederet fakta tersebut diatas, apakah dapat disimpulkan bahwa menulis itu susah ? Tunggu dulu, tidak boleh membuat kesimpulan hanya berdasarkan secuil fakta, terlebih lebih bagi seorang guru yang pekerjaannya sangat lekat dengan dunia tulis menulis karena memang tugas utamanya adalah mentransfer ilmu secara terencana dan terukur kepada murid-muridnya. Paket-paket pembelajaran sudah tersedia oleh banyak penerbit, sehingga kalau berbicara dalam ukuran minimal, seoarang Guru tidak perlu lagi repot-repot menyusun silabinya sendiri, tinggal memilih yang cocok kemudian melaksanakannya. Pertanyaannya kemudian, dalam era otonomi sekolah dan era peningkatan mutu melalui berbagai strategi dan kebijakan pemerintah, apakah karya seorang guru hanya cukup hanya sampai disitu ?.
Sebagai seorang guru, fakta telah membuktikan hidup kita penuh dengan dunia tulis menulis, hampir setiap hari kita menulis di papan tulis. Mengerjakan tugas administrasi sebagai guru juga mendominasi di keseharian kita. Namun ironisnya, saking banyaknya tugas pekerjaan administrasi yang harus dibuat, justru membuat seorang guru lupa akan pengembangan kemampuan dirinya utamanya di bidang tulis menulis.
Diluar kegiatan itu semua, kita bahkan terlalu akrab dan tidak bisa dipisahkan dengan tulis menulis; membuat kwitansi, membuat daftar belanjaan, atau daftar utang sekalipun, bon di warung tetangga selalu dibuat dengan tulisan pada secarik kertas. Jadi menulis itu mudah bukan?
Menurut hemat saya, menulis bukanlah pekerjaan mudah, tetapi juga bukan pekerjaan yang tidak bisa dipelajari dan dibiasakan sehingga menjadi sesuai yang mudah dan menyenangkan karena dapat menjadi saluran aspirasi dan pikiran-pikiran kritis yang mungkin terkendala jika dikomunikasikan secara lisan. Tidak perlu menunggu menjadi penulis yang trampil dan handal jika kita punya kemauan untuk menulis. Teori tulis menulis di era sekarang amat mudah dan gampang diakses. Mulai dari workshop, seminar,bedah buku hingga ngeblog di internet. Tetapi pada saat mempraktekannya tidak cukup dua atau tiga kali karena pada dasarnya menulis adalah kegiatan produktif dan ekspresif. Modalnya hanya kemauan dan ketekunan.
Bagi kebanyakan guru di Kabupaten Purbalingga, aktivitas di dunia kepenulisan terbilang masih relatif rendah. Ada kecenderungan guru kurang atau bahkan tidak percaya diri dalam menuangkan gagasan maupun pemikiran-pemikiran kritis sebagai bentuk kepedualiannya dalam menyikapi berbagai fenomena sosial utamanya bidang pendidikan di tanah air dalam bentuk tulisan. Data yang didapat dari LPMP Jateng mengemukakan bahwa prosentase guru PNS di Jateng yang sudah berhasil meraih jenjang ke golongan IV-B masih sangat rendah. Untuk guru SD 0,20%, SMP 2,04%, SMA 1,65% dan SMK 1,46%. Sebagian besar terbentur pada saat pengumpulan angka kredit pengembangan profesi melalui penulisan karya ilmiah.
Kiranya membiasakan guru menuangkan gagasan dalam tulisan merupakan langkah awal yang tepat sebagai proses penanaman budaya menulis kreatif. Untuk menghidupkan kemauan dan membiasakan guru trampil menulis diperlukan suatu formula yang tepat: Jadikan menulis sebagai sarana hiburan,rekreasi, bahkan meditasi tanpa beban apapun. Tidak peduli tulisan yang diangkat dalam bentuk prosa, artikel,karya ilmiah, atau apapun namanya, yang penting harus datang dari hati. Sebab jika menulis saja sudah dianggap ruwet, hasil yang ada hanyalah akan mempersulit diri sendiri.
Menulis harus dikerjakan dengan tenang. Biasanya setelah tiga–empat kali menulis, tanpa disadari akan muncul adanya dorongan yang terus menerus untuk menulis. Ini yang perlu kita pupuk. Tidak peduli dimuat di surat kabar ataupun tidak, ada apresiasi dari pembaca ataupun tidak, bukanlah halangan untuk menjadikan penulis pemula patah arang. Seseorang yang suka menulis karena adanya dorongan dari hati dan rutin menulis membuat si penulis pemula menjadi terlatih dalam menata bahasanya.
Descartes yang filsuf saja mengatakan “Aku berpikir, maka aku ada”. Berpikir sangat dekat dengan kepenulisan. Jadi kenapa guru tidak memulai untuk segera mengembangkan diri di dunia tulis menulis? Dengan menulis kita dapat menyampaikan apa yang ada dalam otak kita menjadi kata-kata yang bermakna. Kita berusaha memberikan informasi kepada orang lain yang mungkin informasi tersebut sangat dibutuhkan atau bahkan ditunggu tunggu dan dirindukan.
Ada banyak keuntungan apabila seorang guru menjadi penulis. Salah satunya adalah guru dapat menularkan ilmu secara baik dan benar. Ketika sedang menulis, pada saat itu hakikatnya guru tengah belajar tentang materi yang ditulisnya, sehingga ilmu dari guru tersebut menjadi semakin matang, sehingga materi pembelajaran dapat semakin dikuasai dengan baik. Jika materi sudah dalam genggaman tangan, guru akan menjadi seseorang yang berwibawa di depan siswanya. Bahkan dimungkinkan seorang guru dapat menemukan metode pembelajaran yang tepat bagi anak didiknya. Ini akan berimbas pada peningkatan minat baca murid, merangsang keingintahuan dan kemampuan murid yang bermuara pada peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik.
Guru yang penulis juga akan menjadi teladan di lingkungan kerja dan masyarakat karena tidak hanya pintar di teorinya saja. Seorang guru yang penulis akan lebih mudah mengkomunikasikan ide idenya secara leluasa. Bahkan bisa menolak atau memunculkan ide ide baru yang segar karena si penulis juga terus menerus belajar. Jika Ini sudah terjadi, maka kenaikan pangkat dan golongan, sertifikasi, bahkan penghasilan tambahan akan mengalir lancar. Pundi pundi uang akan mengisi dan menggemukkan kantong si penulis. Laris manis menjadi pembicara di seminar seminar, atau bahkan karya-karyanya dibeli oleh penerbit. Secara empiris, seorang penulis buku tidak ada yang miskin, karena bagaimana bisa miskin jika hak ciptanya dibeli oleh penerbit seharga puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah ?. Jika ini terjadi, bukankah akan sangat menyehatkan kantong kita? Di dalam kantong yang sehat, terdapat jiwa raga yang sehat !
Seiring dengan semangat tersebut, perlu kiranya sebuah wadah yang bisa menjembatani pengembangan profesi guru,dosen, tenaga kependidikan melalui kegiatan dan pembelajaran dalam kepenulisan. Melalui wadah tersebut diharapkan guru terbamtu ketika mengalami kesulitan dalam menulis sehingga merangsang adrenalin dan terciptanya kreativitas guru dalam membangun budaya menulis.
Salah satu organisasi yang mempunyai kepedulian terhadap dunia kepenulisan di Kabupaten Purbalingga yang baru terbentuk, adalah Asosiasi Guru Penulis Seluruh Indonesia (AGUPENA). Organisasi ini pertama kali digagas oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) DEPDIKNAS, Dr Fasli Jalal, pada tanggal 28 Nopember 2006.Organisasi ini didirikan oleh para pemenang sayembara bahan bacaan yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan DEPDIKNAS.
Agupena Jawa Tengah terbentuk pada tanggal 4 Februari 2009 di LPMP Jateng. Sedangkan AGUPENA cabang Kabupaten Purbalingga dan Agupena cabang Kabupaten Banyumas baru dilantik pada saat bedah buku “Pembelajaran Berbasis Fitrah” karya ketua Agupena Pusat Achyar Khalil. Dan Workshop Penulisan Artikel pada Media Masa yang di bawakan secara apik oleh Bapane Blokeng,Didi Wahyu. Bertempat di SMA 2 Purwokerto pada tanggal 26 Maret 2009.
Pengurus AGUPENA cabang Kabupaten Purbalingga untuk sementara di motori oleh 14 orang guru yang tersebar mulai dari guru TK,SD,SMP,SMA/SMK di Kabupaten Purbalingga. Pendirian AGUPENA Cabang Kabupaten Purbalingga didasari oleh perlunya suatu wadah organisasi bagi para guru,dosen, dan tenaga kependidikan untuk menyalurkan talenta dan potensi di bidang kepenulisan. Semoga kelahiran AGUPENA ini dapat turut serta bekerjasama dengan organisasi yang lain dalam upaya peningkatan budaya menulis di kalangan guru dan memajukan dunia pendidikan. Bergabunglah bersama Agupena untuk belajar dan mengasah ketrampilan menulis, demi masa depan yang lebih cerah.
Selamat menulis, karena menulis itu baik untuk kesehatan anda
----------------------------ndh------------------------------

Rabu, 03 November 2010

Selasa, 02 November 2010

PENDIDIKAN NURANI





PENDIDIKAN NURANI


Anak anakku sayang, dengarkan cerita gurumu ini. Terkisahlah pada suatu pagi yang indah nan cerah, di sebuah sekolah SMP sedang diadakan upacara bendera rutin. Yang terlihat bukanlah kisah manis, tetapi sekerumunan barisan yang bergoyang kanan kiri bak ombak dilaut, cekikik di antara dengungan bak tawon, masih ditingkahi kelompok paduan suara yang menyanyikan lagu Indonesia Raya nyaris tanpa suara, ketika terdengar sayup, yang terdengar malah suara 1 sampai suara 12 !!
Kisah belum selesai, setelah upacara, guru mulai masuk kelas, salam yang terdengar juga datar nyaris tanpa semangat. Dimana gairah dan semangatmu, anakku?? Nah, dalam kondisi demikian, salahkah gurumu ini, jika berpikiran adakah yang salah dengan pendidikan kita selama ini?
Belajar, pada anak anak kita terasa sebagai suatu keharusan, bukan kebutuhan. Nggih mboten ?? Ini terjadi manakala pembelajaran menafikan potensi fitrah dalam diri ditambah dengan mental warisan colonial yang melahirkan pembelajaran Indoktrinatif.
Maka tidak heran jika kita menemukan anak didik yang tidak bisa menempatkan diri sesuai dengan posisinya, bahkan sangat minim tanggung jawabnya dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang diberikan oleh orang tua, guru dan sekolah. Karena semua ketentuan itu datangnya dari luar, bukan bersumber dari dalam hati sendiri.
Pembelajaran yang seperti ini, hanya menghasilkan rasa jenuh. Kejenuhan yang tidak mendapatkan salurannya, akan terakumulasi, mengkristal dan terekspresikan dalam bentuk perlawanan terhadap situasi dan lingkungan yang dihadapi. Peserta didik akan melawan dengan berbagai cara, sebagai kegiatan dari petualangan, semisal: membolos, malas belajar, abai pada guru,merokok di lingkungan sekolah, tawuran, hingga terjerat narkoba, dsb.
Ini adalah dampak pendidikan yang hanya mengedepankan perkembangan akal, tanpa memperhatikan fitrah ruhiyah. Mereka akan mengalami kekeringan rohani yang menimbulkan efek ketidakseimbangan jiwa.Padahal dalam era global sekarang ini, dimana teknologi informasi berkembang dengan begitu pesatnya, melintasi batas Negara, batas ruang dan waktu, maka perolehan kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia,serta ketrampilan menjadi sesuatu yang tidak gampang untuk diraih.
Pembelajaran yang bertumpu pada fitrah manusia, pada intinya adalah berangkat dari fitrah/ penciptaan manusia. Dari konsep penciptaan menurut Al Qur’an, sejatinya kecerdasan dimulai dari kecerdasan spiritual. Jadi seorang peserta didik yang ingin cerdas, harus berusaha terlebih dahulu cerdas mengenal siapa dirinya, kemudian mengenal siapa tuhannya.
Anak anakku, hayatilah dan maknai firman Allah berikut ini:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri” (QS Fushshilat;53)
Kedua telapak tangan kita, memberi isyarat, betapa Allah sangat dekat dengan hambanya. Guratan telapak tangan kiri mengisyaratkan angka arab untuk bilangan 81 desimal. Sedangkan telapak tangan kanan kita mengisyaratkan bilangan 18 desimal. Jika dijumlahkan, maka menjadi angka 99, yang merupakan Asma Allah / Asmaul Husna.
Bahkan tangan kanan kita, bila jari jari dirapatkan maka akan membentuk tulisan Allah.
Tanda tanda kebesaran dan kebenaran firman Allah pun bisa kita lihat di banyak sisi. Sebut misalnya firman Allah tentang gunung yang berjalan bagai awan
“Dan kamu lihat gunung gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal dia berjalan sebagaimana jalannya awan” (QS. An Naml;88)
Yang membuktikan kebenaran ayat ini justru orang dari Amerika Serikat, Negara biangnya sekuler. Melalui pemotretan dengan menggunakan satelit Tellstar terhadap gunung gunung di pegunungan Najed (Arab Saudi) diperoleh fakta bahwa gunung gunung yang nampaknya diam di tempat ternyata berarak bagaikan awan.
Contoh lain tentang ayat yang menyatakan berkembangnya alam semesta
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar benar meluaskannya” (QS. Adz Dzaariyaat;47)
Yang membuktikan adalah Edwin Hubble seorang astronom Amerika. Ketika Hubble mengamati langit dengan teleskop pada tahun 1929, dia menemukan fakta bahwa bintang bintang dan galaksi terus bergerak semakin menjauh. Sebuah alam semesta, jika segala sesuatunya terus bergerak saling menjauhi, berarti alam semesta tersebut terus menerus ‘mengembang’
Captain Jacques Yves Costeau, ahli oceanografi dan ahli selam terkemuka dari perancis, membuktikan kebenaran surat QS. Al Furqaan ayat 53 dengan cara lain. Ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, dia menemukan beberapa kumpulan mata air tawar segar yang sangat sedap karena tidak bercampur dengan air laut yang asin di sekelilingnya. Ada sungai air tawar di tengah laut luas. Dia terdorong untuk mencari tahu penyebabnya.Sampai ia berpikir bahwa mungkin ia berhalusinasi sewaktu menyelam. Namun, ketika ia bertemu dengan professor muslim, ia mendapatkan jawaban dalam Al Qur’an
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir; yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi” (QS.Al Furqaan;53)
Bahkan mengenai fakta penciptaan alam semesta,diperoleh gambar ledakan bintang diangkasa, merah bagaikan mawar merekah, yang didapat NASA dengan teleskop canggih, membuktikan kebenaran surah Ar Rahman ;37 “Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (Kilapan) minyak”
Anak anakku, bila engkau telah mencermati sedikit fakta diatas, maka kembangkanlah nurani kita, fitrah kita, sebagai khalifah di bumi yang sesungguhnya hanyalah milik Allah semata. Pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan (Rabb), dan kita adalah mahluk yang siap menerima dan mengemban amanat Allah yaitu beribadah, dan sebagai khalifah yang memakmurkan bumi. Semakin bodoh manusia, maka akan semakin jauh manusia dari fitrahnya. Akibatnya, akan semakin kering nuraninya. Kekeringan nurani dapat menjawab pertanyaan kenapa generasi muda sekarang rentan terhadap narkoba, seks bebas,tawuran, dan semacamnya. Juga bisa menjawab pertanyaan Kenapa konsep akhlak mulia yang tercantum dalam UU Sisdiknas belum terwujud sepenuhnya di sekolah..
Siapkah engkau menjadi khalifah di bumi, anakku? bukan sebagai perusak, tetapi pelestari alam semesta? Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap manusia beragam potensi kecerdasan. Bahwa semua manusia dilahirkan dengan bakat menjadi pemenang dalam bidang apapun. Maka berkaryalah sesuai dengan minat, bakat dan potensi dalam diri mu sendiri. Sehingga dalam belajar, kita tidak lagi melihatnya sebagai suatu keharusan, tatapi memang sesuatu yang kita butuhkan untuk menjadi khalifah yang baik di bumi ini. Jika belajar sudah menjadi suatu kebutuhan, maka kelak tak akan ada lagi cerita upacara bendera berjalan dengan bermuram durja. Untuk selalu ingat akan fitrah kita dibumi ini, banyak banyaklah beribadah, beristighfar, bertakbir dan bertahmid. Semoga kita bisa mengamalkan ilmu padi: semakin berisi, akan semakin menunduk dan semakin dekat dengan bumi. Semoga……
 

Masa Lalu

Masa Lalu
My Family

Saat Ocha mikir

Saat Ocha mikir
jagoanku

my super hero

my super hero
Saat Rifky masih kecil

Lets Go To Dream

Lets Go To Dream
my dream come true

Istana Wagub

Istana Wagub
cieee ...

mikir ......