BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam website portal Kabupaten Purbalingga
dapat diketahui, sebelum adanya otonomi daerah, Purbalingga hanyalah bagian
dari 35 kabupaten/kota di Jawa tengah yang nyaris tak terdengar gaungnya.
Bahkan Purbalingga sering diidentifikasi sebagai bagian dari Purwokerto, kota
sentral di wilayah eks-karesidenan Banyumas. Tetapi sejak tahun 2000-an,
Purbalingga malah merupakan salah satu contoh kabupaten yang secara progresif
melakukan pembangunan hingga mendapatkan berbagai macam penghargaan. Misalnya
sebagai Juara I Kabupaten/Kota Pro Investasi tingkat Jawa Tengah di tahun 2004 dan tahun 2009 (Humas Setda, 2010).
Perekonomian
Kabupaten Purbalingga pada tahun 1993 sampai 2011 seperti halnya kabupaten yang lain, juga mengalami pasang surut.
Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Negara, juga berimbas pada Kabupaten Purbalingga. Krisis
moneter sempat menghempaskan pertumbuhan ekonomi di Kabupeten Purbalingga
hingga ke minus 8,27. Akan tetapi seiring membaiknya perekonomian Negara,
berlakunya otonomi daerah yang menuntut kreativitas para stakeholder beserta
jajarannya ditingkat kabupaten, menjadikan daerah ini mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang cukup progresif. Naik turunnya
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Purbalingga
dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.1
Pertumbuhan
Ekonomi Kab. Purbalingga 1993-2011
Tahun
|
Pertumbuhan (%)
|
Tahun
|
Pertumbuhan (%)
|
1993
|
6.15
|
||
1994
|
6.20
|
2003
|
3.14
|
1995
|
6.11
|
2004
|
3.35
|
1996
|
7.07
|
2005
|
4.18
|
1997
|
7.56
|
2006
|
5.06
|
1998
|
(8.27)
|
2007
|
6.19
|
1999
|
1.10
|
2008
|
5.30
|
2000
|
2.78
|
2009
|
5.89
|
2001
2002
|
3.50
4.13
|
2010
2011
|
5.67
6.12
|
Sumber : Bappeda (2012)
Pertumbuhan ekonomi yang rata rata tinggi di Kab.
Purbalingga terjadi pada saat sebelum krisis moneter 1997. Imbas dari krisis, pada tahun 1998 terjadi
pertumbuhan ekonomi yang mencapai minus 8,27. Akan tetapi trend peningkatan
pertumbuhan di tahun tahun selanjutnya menunjukkan hasil yang terus meningkat. Dari
BPS Kabupaten Purbalingga, diperoleh data pertumbuhan Purbalingga periode 2006 - 2011 mencapai rata rata 5,6%. Walaupun pada tahun
2006 dan tahun 2008 pernah mengalami perlambatan akibat adanya kebijakan
moneter dan adanya kebijakan
pengurangan subsidi BBM di tingkat
nasional pada tahun sebelumnya. Tahun 2007 pertumbuhan
mencapai 6,19% diklaim oleh BPS sebagai pertumbuhan terbaik dibanding tahun
tahun sebelumnya.
Dalam pertumbuhan yang mencapai rata
rata 5,6% per tahun, capaian kinerja pengurangan penduduk miskin di Kabupaten
Purbalingga, dibandingkan dengan wilayah Barlingmascakeb, menunjukkan hasil yang
memuaskan. Purbalingga memperoleh rangking tertinggi dengan persentase penurunan rumah tangga
miskin sebesar 17,2%. Diikuti Kabupaten Banjarnegara sebesar 13,7%, Banyumas
9.0%, Cilacap 5,8%, dan Kebumen dengan pengurangan RTS sebesar 3,7% (Humas Kabupaten Purbalingga, 2010).
Data mengenai
ketenagakerjaan di Kabupaten Purbalingga dapat dilihat dalam Tabel 1.2 dibawah ini
Tabel 1.2.
Ketenagakerjaan
Kab.Purbalingga
Tahun
|
Angkt.
kerja
|
pengangguran
|
Pendu
duk
|
Tahun
|
Angkt.
Kerja
|
pengangguran
|
Pendu
duk
|
1993
|
323.758
|
6.225
|
781.879
|
2003
|
404.477
|
14.796
|
860.057
|
1994
|
333.458
|
6.572.
|
795.524
|
2004
|
411.414
|
14.029
|
871.840
|
1995
|
355.860
|
6.788
|
810.786
|
2005
|
418.470
|
13.224
|
879.951
|
1996
|
368.795
|
7.057
|
816.109
|
2006
|
425.646
|
12.386
|
885.039
|
1997
|
375.804
|
7.560
|
821.433
|
2007
|
432.946
|
11.516
|
890.779
|
1998
|
383.901
|
11.940
|
826.756
|
2008
|
440.371
|
10.613
|
896.272
|
1999
|
378.278
|
9.035
|
832.080
|
2009
|
447.924
|
9.675
|
901.369
|
2000
|
353.074
|
10.531
|
833.069
|
2010
|
445.605
|
8.702
|
851.963
|
2001
|
381.252
|
14.543
|
833.069
|
2011
|
449.867
|
7.225
|
891.675
|
2002
|
374.739
|
18.564
|
843.809
|
Sumber : Bappeda,
diolah (1994 - 2012)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan
angkatan kerja dan jumlah penduduk yang selalu bertambah, penggangguran meledak
ditahun 2002 yang mencapai angka 18.564.
Namun sejak tahun 2003 angka pengangguran terus menurun dan semakin berkurang
hingga tahun 2011 tercatat 7.225 orang. Sejalan dengan kebijakan pemerintah
yang gencar menggiatkan iklim investasi, jumlah angkatan kerja yang mengalami kenaikan setiap tahunnya dapat
diimbangi dengan laju pertumbuhan pengangguran terbuka yang semakin rendah. Ini
menandakan penyerapan tenaga kerja berjalan dengan baik. Secara teoritis, masalah
kemiskinan, pengangguran ataupun kesempatan kerja akan dapat diatasi dengan
memaksimalkan investasi yang produktif di berbagai sektor ekonomi (Kattel, 2011). Tingkat
kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan masalah besar di
banyak daerah, tidak terkecuali di Kabupaten Purbalingga. Menurut teori
Nurkse (2011), dalam Trade and Development, kemiskinan
merupakan sebuah hubungan sebab akibat (kausalitas melingkar) artinya kemiskinan terjadi karena pendapatan perkapita rendah.
Pendapatan perkapita yang rendah menyebabkan tingkat investasi yang rendah
sehingga permintaan domestik perkapita juga rendah. Semua menyebabkan
terjadinya kemiskinan. Keadaan seperti ini berputar membentuk lingkaran
kemiskinan sebagai sebuah hubungan sebab akibat.
Sejalan dengan teori Nurske,
diharapkan kerjasama antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam pengurangan kemiskinan akan
menghasilkan perluasan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan.
Ditinjau dari
konstelasi posisi geografisnya, Kabupaten Purbalingga kurang mempunyai potensi
yang dapat dijadikan sebagai basis perekonomian. Interkoneksi dengan kabupaten
tetangga tidak dilalui oleh jalur angkutan umum yang bersifat strategis seperti
halnya kabupaten / kota di wilayah pantai utara pulau Jawa / PANTURA maupun
jalur selatan. Berbagai upaya
dilakukan pemerintah daerah untuk
meningkatkan pendayagunaan potensi sumberdaya lokal antara lain melalui
pengembangan investasi. Kebijakan Pemerintah Daerah tentang Pro Investasi melalui
penciptaan iklim usaha yang kondusif, antara lain memberikan kemudahan
perijinan usaha melalui pelayanan One
Stop Service pada tahun 2003, dan penerapan standart ISO 9000 pada tahun
2007. Selain itu, pemerintah daerah berusaha menghilangkan pungutan, memberikan
keringanan retribusi, memberikan insentif pada kegiatan usaha strategis,
menyediakan data potensi dan akses informasi peluang usaha dan investasi,
memfasilitasi kegiatan promosi dan pemasaran, menyiapkan sarana penunjang/
infrastruktur, memfasilitasi penyediaan bahan baku bagi jenis industri tertentu
dan mengembangkan kerjasama antar daerah di bidang ekonomi. Segala upaya yang
dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Purbalingga telah menarik minat calon
investor yang akan melakukan ekspansi usahanya. Masyarakat Kabupaten
Purbalingga juga dipersiapkan menyambut datangnya investasi melalui sapta
pesona industri. Sapta pesona industri ini terdiri dari tujuh point yaitu;
keramahan, ketertiban, keamanan, kelancaran proses produksi, penyediaan tenaga
kerja, penyediaan bahan baku, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sinergi
positif antara pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan
penciptaan iklim usaha yang kondusif sebagai bagian dari strategi pembangunan
dalam mendorong perekonomian daerah. Investasi sebagai
bagian dari upaya pengembangan perekonomian daerah diharapkan dapat ikut
mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan serta peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Hasil dari
Sakernas tahun 2010 disebutkan bahwa penduduk Kabupaten Purbalingga yang
berusia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja sebanyak 85,09%. Sehingga investasi padat karya penting
dilakukan untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Beberapa industri yang
berkembang baik adalah perusahaan PMA yang bergerak dibidang rambut dan bulu
mata palsu. Bahkan dengan adanya model plasma, industri ini dapat didirikan didesa
yang terpelosok sekalipun.
Model plasma yang dimaksud
adalah pekerjaan membuat bulu mata dan rambut palsu di rumah, tanpa harus
datang ke pabrik. Dengan cara seperti ini, baik perusahaan maupun pekerja
merasa sama sama diuntungkan. Pekerja tidak perlu bersusah payah datang ke
pabrik dengan berbagai biaya, dapat dikerjakan kapan saja dan dimana saja.
Pihak perusahaan pun tidak perlu
bersusah payah mencari pekerja yang mau membuat bulu mata dan rambut palsu
dengan segala persyaratannya. Fakta di lapangan, antara pekerja model plasma
dan perusahaan terkadang tidak saling mengenal. Pekerja tidak mengetahui pada
perusahaan mana dia bekerja, dan perusahaan juga tidak mengetahui pekerja mana
saja yang bekerja untuknya, karena terdapat penghubung yang menyalurkan bahan
baku ke desa, dan penghubung pula yang mencari siapa siapa saja yang mau
bekerja membuat bulu mata dan rambut palsu. Sehingga antara hak dan kewajiban pekerja
dan perusahaan tidak seperti layaknya
buruh yang bekerja di dalam pabrik. Model plasma ini terdapat dalam setiap desa di Kabupaten Purbalingga, hingga
yang terpelosok sekalipun. Dengan adanya
model plasma seperti ini, investasi asing dan investasi dalam negeri yang
bergerak dalam pembuatan bulu mata dan rambut palsu semakin hari semakin
meningkat. Data mengenai investasi, dapat dilihat dalam tabel 1.3 dibawah ini:
Tabel 1.3.
Keadaan Realisasi
Investasi di Purbalingga (dalam ribuan rupiah)
Thn
|
PMA
|
PMDN
|
Non PMA/PMDN
|
|||
Jmlh prshn
|
Invest(Rp)
|
Jmlh prshn
|
Invest(Rp)
|
Jmlh prshn
|
Invest(Rp)
|
|
1993
|
3
|
8.547.978
|
1
|
3.000.000
|
612
|
6.658.0854
|
1994
|
3
|
9.017.768
|
1
|
3.000.000
|
624
|
6.998.980
|
1995
|
3
|
9.567.934
|
1
|
3.000.000
|
634
|
7.038.789
|
1996
|
3
|
10.098.879
|
1
|
3.000.000
|
655
|
7.298.017
|
1997
|
3
|
8.345.078
|
1
|
3.105.000
|
674
|
8.345.045
|
1998
|
3
|
10.565.789
|
1
|
3.325.276
|
676
|
8.911.679
|
1999
|
5
|
13.987.000
|
1
|
3.543.025
|
732
|
7.877.787
|
2000*
|
8
|
16.171.000
|
1
|
3.678.000
|
760
|
8.655.000
|
2001*
|
8
|
16.171.000
|
1
|
3.701.235
|
798
|
8.656.765
|
2002*
|
9
|
18.942.000
|
1
|
3.825.351
|
847
|
8.732.649
|
2003
|
9
|
28.597.000
|
1
|
4.100.000
|
977
|
91.393.544
|
2004
|
11
|
77.197.000
|
1
|
4.528.000
|
1.465
|
147.060.019
|
2005
|
13
|
95.009.996
|
1
|
7.476.998
|
1.974
|
287.266.721
|
2006
|
13
|
106.327.266
|
1
|
8.900.000
|
2.683
|
348.218.255
|
2007
|
15
|
145.712.317
|
1
|
8.900.000
|
3.130
|
422.064.253
|
2008
|
17
|
184.334.320
|
1
|
8.900.000
|
3.378
|
450.672.325
|
2009
|
17
|
188.334.354
|
1
|
8.900.000
|
3.873
|
578.296.486
|
2010
|
18
|
197.821.742
|
14
|
21.548.910
|
4.098
|
621.548.910
|
2011
|
18
|
228.330.000
|
14
|
21.548.910
|
4.503
|
664.801.334
|
Sumber : * LKPJ 2000-2005
KPM Kab.Purbalingga, 2012
Investasi asing dari tahun
1993 sampai tahun 1998 mengalami stagnasi dalam jumlah perusahaan. Tercatat
hanya tiga buah perusahaan asing yang memang dari awal sudah bergerak dalam
industri pembuatan bulu mata dan rambut palsu. Memasuki tahun 2000 jumlah
perusahaan PMA mulai tertarik berinvestasi di Kabupaten Purbalingga. Apalagi
sejak dicanangkannya Kabupaten Purbalingga sebagai daerah pro investasi dengan
segala kemudahannya, jumlah perusahaan PMA semakin lama semakin banyak. Tahun
2011 tercatat 18 buah perusahaan PMA yang semuanya berkecimpung dalam industri
pembuatan bulu mata dan rambut palsu. Penyerapan tenaga kerja dalam pembuatan
bulu mata dan rambut palsu sangat tinggi. Sebuah perusahaan dapat menampung
ribuan pekerja, sehingga jumlah pengangguran terbuka di tahun tahun sesudahnya
menunjukan trend yang semakin menurun.
Perusahaan PMDN yang ada di
Kabupaten Purbalingga, sejak tahun 1993 sampai tahun 2009 mengalami stagnasi
dalam jumlah. Tercatat hanya 1 perusahaan saja yang bergerak dalam industri
pembuatan keramik. Perusahaan ini berorientasi ekspor dan dalam perjalanannya
perusahaan tersebut mengalami pailit sehingga pada tahun 2010, sudah tidak
berdiri lagi. Akan tetapi dalam waktu yang sama tumbuh 14 perusahaan PMDN yang sebagian
besar bergerak dalam bidang bulu mata dan rambut palsu. Begitu pesatnya
perkembangan industri bulu mata dan rambut palsu di Kabupaten Purbalingga,
sehingga pemerintah daerah mengklaim industri bulu mata dan rambut palsu ini
sebagai yang terbesar di Indonesia dan nomor dua di dunia setelah Gwangju,
Korea Selatan. Ciri khas pekerja yang berada di sektor industri bulu mata dan
rambut palsu ini adalah perempuan. Khususnya perempuan dibawah usia 45 tahun.
Ciri yang spesifik ini dikarenakan pembuatan bulu mata dan rambut palsu
memerlukan ketekunan, kerajinan, kerapian dan kerajinan tersendiri. Sehingga
perrempuan dianggap lebih cocok mengerjakan usaha ini dibanding laki laki.
Ketelatenan menjadi kunci utama dalam pembuatan bulu mata dan rambut palsu.
Faktor ini pula yang menyebabkan pekerja perempuan jarang ada yang berusia
lebih dari 45 tahun. Karena selain membutuhkan konsentrasi yang tinggi,
diperlukan pula mata yang awas untuk menata helai demi helai rambut. Diatas
usia 45 tahun, pekerja perempuan kebanyakan sudah tidak sanggup lagi membuat
bulu mata dan rambut palsu dikarenakan mata sudah tidak awas. Menurut data BPS
Purbalingga, jumlah perempuan yang menganggur lebih sedikit daripada laki laki.
Peluang pekerja perempuan untuk bekerja di perusahaan rambut sangat terbuka. Yang
terjadi sekarang, Kabupaten Purbalingga
justru kekurangan tenaga kerja perempuan, sehingga mengambil tenaga kerja di
sekitar kabupaten sekitar yaitu Banyumas dan Banjarnegara.
Penyerapan tenaga kerja yang tinggi, diharapkan dapat
menaikkan pendapatan masyarakat sehingga pada akhirnya perekonomian di daerah
dapat berkembang dengan baik. Salah satu indikasi
yang dipergunakan untuk mengukur perkembangan perekonomian suatu daerah adalah
dengan melihat PDRB. PDRB yang dicapai merupakan hasil dari seluruh nilai
tambah yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan ekonomi di seluruh suatu wilayah
tertentu. Data PDRB menggambarkan
kemampuan mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki
untuk melakukan suatu proses produksi. Oleh karena itu besaran PDRB yang
dihasilkan oleh suatu wilayah sangat tergantung kepada potensi sumber daya alam
dan faktor produksi daerah tersebut (Bappeda, 2011). Gambaran
selengkapnya mengenai kondisi perekonomian
Kabupaten Purbalingga dapat dilihat dalam Tabel
1.4 berikut ini :
Tabel 1.4
PDRB Kabupaten Purbalingga Atas Dasar
Harga Konstan
Menurut Lapangan Usaha tahun 2000-2011
(juta rupiah)
Tahun
|
PDRB ADHK
|
Tahun
|
PDRB ADHK
|
1993
|
1.297.881.86
|
2003
|
1.784.728.21
|
1994
|
1.378.389.43
|
2004
|
1.844.532.07
|
1995
|
1.462.546.18
|
2005
|
1.921.653.92
|
1996
|
1.565.970.42
|
2006
|
2.018.808.10
|
1997
|
1.684.387.01
|
2007
|
2.143.746.23
|
1998
|
1.545.030.05
|
2008
|
2.257.392.77
|
1999
|
1.562.055.67
|
2009
|
2.390.244.57
|
2000
|
1.605.463.50
|
2010
|
2.525.872.73
|
2001
|
1.661.656.61
|
2011
|
2.680.456.14
|
2002
|
1.730.318.78
|
Sumber
:Bappeda,diolah (1994 - 2012)
Sebagai tolok ukur perekonomian
suatu daerah, pertumbuhan PDRB tidak dapat lepas dari peran pengeluaran
pemerintah dalam sektor pelayanan publik. Pengeluaran pemerintah mencakup
belanja rutin dan belanja pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran daerah.
Pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi berimplikasi pada besarnya tingkat
perekonomian suatu daerah (Wibisono, 2003). Pengeluaran
pemerintah baik berupa
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dapat mendorong penerimaan masyarakat, melalui
efek pelipatgandaan / Multiplier
effect (Boediono, 1992:118). Peningkatan pendapatan dapat mendorong konsumsi, tabungan masyarakat dan peningkatan permintaan
secara keseluruhan.
Ini dapat memacu produsen untuk menambah investasi / memperluas kapasitas
produksi. Pada akhirnya akan tercipta kesempatan kerja
baru bagi masyarakat.
Pengeluaran pemerintah
Kabupaten Purbalingga sejak tahun 1993 sampai dengan 2011 selalu mengalami
peningkatan. Kebutuhan pelayanan
publik dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya standar kehidupan masyarakat menyebabkan terus meningkatnya
kebutuhan belanja pemerintah. Peningkatan beban belanja pemerintah daerah
ini apabila tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan keuangan daerah
akan semakin menurunkan kualitas
pelayanan publik.
1.2. Perumusan
Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah perekonomian pada
era sebelum krisis moneter masih lebih tinggi dibandingkan dengan perekonomian
setelah krisis, Pada
tahun 1997 perekonomian tumbuh hingga mencapai 7,56. Pertumbuhan setinggi ini
belum pernah tercapai kembali di era pasca krisis moneter, padahal investasi di
berbagai bidang, baik itu PMA, PMDN maupun
Non PMA/PMDN yang berbasis ramah tenaga kerja dan ekonomi kerakyatan telah bertambah dengan pesat. Namun demikian perekonomian
Kabupaten Purbalingga dalam perkembangannya tidak sesuai dengan perkembangan investasi,
angkatan kerja dan
pengeluaran pemerintah.
Atas dasar hal tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah perlunya dilakukan penelitian yang menguji pengaruh investasi, angkatan kerja, pengeluaran pemerintah, terhadap perekonomian Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah.
Pertanyaan peneliti yang dikemukakan adalah :
1.
Seberapa jauh realisasi investasi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
2.
Seberapa jauh jumlah angkatan kerja mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
3.
Seberapa jauh realisasi belanja
pemerintah mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
4.
Seberapa jauh realisasi
investasi, jumlah
angkatan kerja dan realisasi belanja
pemerintah secara
bersama sama mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini secara
umum adalah untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi investasi, angkatan kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus, adalah untuk :
1.
Menganalisa seberapa jauh realisasi
investasi mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
2.
Menganalisa seberapa jauh jumlah
angkatan kerja mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
3.
Menganalisa seberapa jauh realisasi belanja
pemerintah mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
4.
Menganalisa seberapa jauh realisasi
investasi, jumlah
angkatan kerja dan realisasi belanja
pemerintah secara
bersama sama mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Purbalingga?
1.4. Manfaat Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian diatas, maka penelitian
ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu :
a. Manfaat
teoritis, dapat memperkaya perkembangan
ilmu pengetahuan ekonomi di lapangan, khususnya
yang terkait dengan pengaruh investasi, angkatan kerja,
pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian Kabupaten
Purbalingga.
b.
Manfaat praktis, dapat memberikan
masukan yang berarti bagi Kabupaten Purbalingga dalam meningkatkan perekonomian di daerah,
khususnya melalui perspektif investasi, angkatan kerja dan
pengeluaran pemerintah.
1.5. Pembatasan
Masalah
Dari banyaknya variabel yang mempengaruhi perekonomian suatu
daerah,
faktor investasi, angkatan kerja dan pengeluaran
pemerintah merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Kabupaten Purbalingga.
Dengan asumsi, bahwa:
1.
Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi,
investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara
pemerintah dan swasta. Investasi dalam hal ini adalah
gabungan dari realisasi nilai PMA, PMDN, Non PMA /PMDN.
2.
Non PMA/PMDN adalah pemilikan modal dalam negeri yang tidak mengacu pada UU No. 12 Tahun 1970, sebab tidak tercantum secara eksplisit didalamnya . Termasuk dalam skala ini adalah Usaha Kecil, Mikro dan Menengah
(UMKM), Usaha perseorangan baik berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum.
3.
Angkatan kerja menurut BPS didefinisikan dengan penduduk
usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Angkatan kerja merupakan sumber
daya potensial sebagai pengerak, penggagas dan pelaksana dari pembangunan di daerah tersebut, sehingga
dapat memajukan daerah tersebut.
4.
Pengeluaran pemerintah didefinisikan sebagai nilai output atas pelayanan
pemerintah dikurangi dengan nilai penjualan barang dan jasa yang dihasilkan
oleh unit–unit yang kegiatannya tidak dapat dipisahkan. Pengeluaran konsumsi
akhir pemerintah sama dengan nilai barang dan jasa yang digunakan oleh
pemerintah untuk konsumsinya pada saat itu. Pengeluaran pemerintah yang dimaksud dalam hal ini
adalah belanja rutin dan belanja pembangunan.
Belanja pemerintah, angkatan kerja kerja dan investasi merupakan komponen pengeluaran dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dan dilain
pihak dalam siklusnya komponen
ini juga sebagai sumber bagi penciptaan nilai tambah. Perputaran siklus ini
menghasilkan perubahan perekonomian suatu wilayah dimana perubahan tersebut
dapat menjadi indikator bagi kinerja perekonomian yang bisa melambat atau lebih
cepat. Ketiga aspek tersebut diharapkan menjadi pendorong untuk tumbuh dan berkembangnya
suatu perekonomian di daerah tersebut.
Dengan demikian tingkat belanja pemerintah, angkatan kerja dan investasi dapat
dijadikan indikator dalam peningkatan perekonomian yang dalam penelitian di representasikan dengan Product
Domestic Regional Bruto (PDRB).
0 komentar:
Posting Komentar