SELAMAT DATANG

Welcome To My Blog, I Hope You Are Interested and Enjoy It With Me. Certainly, We Can Learn To Each Other. Hehehe...
Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 27 Desember 2010

INVESTASI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejumlah pihak mengatakan bahwa konsep ekonomi kita berbeda dengan negara lain di dunia. Kita mengenal adanya sistem ekonomi Pancasila, sebagian lagi memasukkan istilah ekonomi kerakyatan2. Namun semua itu pada prinsipnya bermuara pada kepentingan dan perbaikan dalam kehidupan masarakat. Setidaknya ada beberapa karakteristik dari ekonomi Pancasila atau pun kerakyatan tersebut yang diberikan oleh penggagasnya. Dengan mengutip pendapat Mubyarto bahwa ciri dari sistem ekonomi Pancasila adalah roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, social dan moral, kehendak kuat untuk pemerataan, nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi, koperasi merupakan sokoguru, dan imbangan yang tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi (Kuncoro,1997). Indonesia termasuk dalam Welfare state, yang dalam proses pembangunannya merupakan ramuan dari banyak teori, dengan mengambil konsep yang relevan saja.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia, meski sempat melambat pada tahun lalu yang hanya mencapai 4,5% diperkirakan akan terus melesat sejalan dengan dengan membaiknya dunia dan semakin kukuhnya perekonomian domestik. Dalam tahun 2009 ketika sebagian besar negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, laju pertumbuhan PDB mencapai 4,5%, yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari tiga negara yang memiliki kinerja ekonomi terbaik dalam tahun ini, disamping Cina dan India.
Namun sepertinya angka pertumbuhan ekonomi tinggi yang menjadi fokus pemerintah, tampaknya belum cukup untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Indikator utamanya adalah tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Ini dikarenakan jumlah penduduk yang selalu meningkat. Pada dasawarsa 2000 – 2010 bertambah 1,69%. Pertambahan ini memerlukan penghidupan yang hanya dapat dipenuhi melalui pembangunan ekonomi.
Berdasarkan data BPS, penduduk miskin berjumlah sekitar 32.530.000 orang (2,5% dari total penduduk). 11.910.500 orang (1,91%) diantaranya adalah penduduk kota sementara 20.619.400 (3,05%) penduduk desa.

Disisi lain, Struktur pasar Indonesia yang cenderung oligopolis, hanya 8 -10 orang saja, bisa menguasai 80% kapital industri. Pun didukung dengan sekitar 140 perbankan, hanya sekitar 14 bank saja yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Pada saat awal, pertumbuhan memang cepat, tetapi penyerapan tenaga kerja rendah, karena banyak industri yang didukung oleh padat modal. Selama proses ini berlangsung, orang orang yang belum bisa mengakses, dipertemukan dalam suatu pasar;tenaga kerja. Tenaga kerja ini mulai belajar merespons kebutuhan pasar, sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi semakin tinggi, hal ini berimplikasi naiknya income per kapita. Akan tetapi, struktur pasar yang oligopolis ini tidak dapat menyerap seluruh tenaga kerja yang ada.
Dari 2.140 trilyun PDB kita yang ada di perbankan, terbesar adalah dari saving/ DPK yang mencapai angka 1.973 trilyun. Sebanyak 1.600 trilyun tersalur pada sejumlah kredit. Sesuai data Statistik perbankan dari BI, Juli 2009, bisa dilihat jika penyaluran kredit terbesar ada di kredit modal kerja sejumlah 658.024M. Disusul kredit konsumsi sebesar 408.954M, dan kredit investasi sebesar 273.892M.
Pertumbuhan ekonomi sejatinya sama dengan akumulasi kapital. Kapital ini meliputi fisik dan finansial kapital. Fisik, dalam hal ini adalah investasi, dan finansial umumnya dalam rangka membiayai modal kerja. Kredit yang memberikan dorongan secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi adalah kredit modal kerja dan kredit investasi.

B. Perumusan Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana ada teori yang mengatakan bahwa negara yang sedang berkembang, mengalami lingkaran setan. Karena income yang rendah, mengakibatkan saving rendah, investasi rendah, PDB pun rendah. Sehingga jangankan untuk saving, untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari saja kurang. Berdasarkan latar belakang di atas, menurut teori pembangunan ekonomi, oleh siapakah pembangunan ekonomi / kegiatan investasi harus dilaksanakan, pertumbuhan mana yang perlu diprioritaskan?




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadi Kusumo (dalam Fitri, 2007:13) adalah proses peningkatan produksi barang atau jasa dalam keadaan ekonomi masyarakat suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat ekonomi yang dicapai tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Menurut Todaro (1998:2) yang mengutip pernyataan Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai “kenaikan jangka panjang dan kemampuan untuk meningkatkan persediaan berbagai macam barang kebutuhan ekonomi bagi penduduknya”. Kapasitas pertumbuhan ini dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan idiologis sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. .
B.Model pertumbuhan ekonomi
Harrord Domar
Keadaan “ Steady – State Growth
Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar adalah model pertumbuhan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, model itu merupakan perkembangan langsung teori ekonomi makro Keynes yang merupakan teori jangka pendek yang menjadi teori jangka panjang.
Pada model Harrod-Domar investasi diberikan peranan yang sangat penting. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh kembar. Di satu sisi investasi mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambah stok modal yang tersedia.
Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “ Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age). Model pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan model Harrod walaupun ada beberapa perbedaan yang esensial pula antara kedua model itu. Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam modelnya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment).
Sollow yang lahir pada tahun 1950 di Brookyn, peraih nobel di bidang dibidang ilmu ekonomi pada tahun 1987, menekankan perhatiannya pada pertumbuhan out put yang akan terjadi atas hasil kerja dua faktor input utama. Yaitu modal dan tenaga kerja. Sollow (juga Swan) mencoba memperbaiki kelemahan model Harrod-Domar dengan mengolah asumsi yang mengenai fungsi produksi yang digunakan, dari fungsi produksi dengan proporsi tetap, menjadi fungsi produksi dengan proporsi yang variabel.
Didalam suatu negara, yang menentukan majunya perekonomian negara tersebut, adalah perilaku dari masyarakat. Asumsi idealnya saving sama dengan investasi. Tetapi hal ini sulit dilaksanakan, karena saving dalam perbankan di Indonesia, tidak seluruhnya untuk investasi. Maka arah kebijakan ekonomi yang diambil adalah bagaimana cara mendorong saving sebanyak mungkin.Kita bisa melihat dalam Sollow Growth Model, yang dinamis ditandai dengan adanya perubahan saving terhadap economy over time di pasar barang. Variabel endogen berupa modal/pekerja dan output/pekerja bisa dipengaruhi oleh variabel eksogen berupa saving.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
pemerintah menargetkan 10,7 juta lapangan kerja baru, serta menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sekitar 8-10% pada akhir tahun 2014. target itu bisa tercapai asalkan setiap tahunnya perekonomian meningkat 30% lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Untuk mendorongnya, pemerintah harus fokus pada tiga hal, yaitu ekspor, investasi pemerintah dan publik, serta konsumsi. Di samping itu, investasi yang dikembangkan pun harus lebih memihak pada penciptaan lapangan kerja.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 sebesar 6,3-6,4% pemerintah menargetkan pertumbuhan laju investasi sebesar 10% pada tahun 2011. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan realisasinya pada tahun 2010 yang sebesar 8%. Membaiknya likuiditas keuangan global akan semakin mendorong masuknya aliran modal dari luar negeri sehingga menggerakkan kinerja investasi domestik dan daya saing perekonomian nasional. Kebutuhan investasi nominal tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp2.243,8 triliun. Kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN sebesar 26,8%, kredit perbankan 17,4%, pasar modal 16,7%, belanja modal pemerintah 12,4%, dan sumber-sumber investasi lainnya.
Sektor pertanian masih menjadi mayoritas dalam struktur perekonomian Indonesia, sesuai data BPS 2009 masih menyerap 42,76 persen dari tenaga kerja di Indonesia. Namun, pertumbuhan sektor pertanian kecil, yaitu rata-rata 0,29 persen. Di sisi lain sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap 20,05 persen tenaga kerja dengan pertumbuhan yang lebih besar, yaitu 1,36 persen.Dengan memperhatikan data ini, maka dua sektor tersebut perlu menjadi perhatian dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki merupakan target utama yang sangat relevan dengan upaya mengentaskan kemiskinan.
Sektor perdagangan di sisi lain merupakan sektor dengan pertumbuhan yang tinggi. Optimalisasi sektor ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konektivitas antardaerah, sehingga berbagai sumber daya yang ada di daerah dapat dimobilisasi ke berbagai daerah lainnya. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri melalui perdagangan dalam negeri akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian di daerah. Pembukaan jalur transportasi terbukti merupakan faktor yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian suatu daerah.
Selain faktor yang disampaikan di atas, faktor persaingan eksternal, seperti perdagangan bebas, memberikan pengaruh bagi perkembangan sektor riil di Indonesia. Perdagangan bebas ini akan memberikan tantangan bagi perkembangan industri di dalam negeri. Peluang dan hambatan dihadapi oleh pelaku usaha di Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan daya saing pelaku usaha di Indonesia, sehingga mereka memperoleh kemampuan untuk bersaing. Penyediaan kebutuhan mendasar, seperti infrastruktur, adalah faktor utama yang harus disediakan. Selain itu perangkat soft structure, seperti birokrasi dan perizinan, juga perlu ditingkatkan oleh pemerintah.
Penurunan suku bunga juga harus dikedepankan untuk menggairahkan investasi. Kendala/ seretnya lalu lintas kredit sangat komplex. Tidak hanya dilihat dari suku bunga saja. Dengan pendekatan ekonomi industri, structure, perilaku dan performance diluar intermediasi mencari keuntungan, menyebabkan uang yang yang beredar bisa dikendalikan, inflasi juga terkendali, kurs dollar pun stabil. Searah dengan tujuan utama BI.
Indonesia, menurut data Bank Indonesia, dapat menghimpun dana mencapai 2000trilyun. Tetapi hanya 75% dari dana tersebut,yang disalurkan ke kredit. Sehingga terdapat 25% dana (+- 500Trilyun) yang tidak tersalur ke kredit. Suku bunga kredit yang sampai saat ini masih tinggi dalam kisaran 12% pada bank umum, walaupun BI rate sudah turun di 6,5%, ternyata kurang berhasil menekan suku bunga tabungan dan suku bunga kredit. Dengan melihat struktur pasar yang cenderung oligopolistik, menyebabkan kaku dalam penetapan suku bunga. Walaupun dipacu dengan BI rate melalui suku bunga sertifikat BI,yang menentukan tingkat bunga adalah persaingan antar bank itu sendiri.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi pada zaman sekarang ini berdampak pada kehidupan penduduk suatu negara. Semuanya ini berpengaruh pada kesejahteran rakyat banyak. Penguatan peran dan kelembagaan pemerintah sangat penting untuk mendukung keberhasilan kebijakan investasi. Daya tarik investasi bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain meningkatkan pelayanan perijinan, meningkatkan kepastian hukum,meningkatkan diversifikasi pasar dan mendorong komoditi lokal yang bernilai tambah tinggi. Investasi didorong dengan meningkatkan akses UKM pada sumberdaya produktivitas. Tanpa lembaga dan kapasitas yang siap maka kebijakan tidak bisa terealisasi secara maksimal. Tujuan dan prospek yang ingin dicapai sulit untuk dicapai dan kemungkinannya malah akan hilang. Pemerintah perlu menata kembali fungsi organisasi dan manajemen yang ada saat ini.

Saran
1. Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
2. Ketidakmampuan atau kelemahan sektor swasta melaksanakan fungsi entrepreurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori proses pertumbuhan.
3. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan program pelayanan kesehatan dasr masyarakat, pendidikan, irigasi, penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat kepada masyarakat.
4. Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sekor swasta) merupakan pusat atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui hal ini karena rendahnya tingkat pendapatan dan karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat konsumsi di negara-negara maju oleh kelompok kaya yang sesungguhnya bisa menabung.
5. Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif menurunkan laju pertambahan penduduk yang cepat lewat program keluarga berencana dan melaksanakan program-program pembangunan pertanian atau daerah pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat arus urbanisasi penduduk pedesaan menuju ke kota-kota besar dan mengakibatkan masalah-masalah social, politis, dan ekonomi.
6. Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi masyarakat, yaitu sumber-sumber alam dan manusia, kapital, dan teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi produksi tidak dapat direalisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Djojohadikusumo Sumitro, 1994, Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES.
Kuncoro, Mudrajad; 1997, Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah,
dan Kebijakan, Yogyakarta, UPP AMP YKPN.
Todaro ,M.P, Smith S.C;2006, Pembangunan Ekonomi, Jakarta,Erlangga
Todaro M.P; 2000,Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Jakarta, Erlangga
ISEI; 2005,Permasalahan Ekonomi di Indonesia, Yogyakarta, Kanisius
Internet http://www.bi.go.id/web/id/
Internet http://www.bps.go.id/aboutus.php?tabel=1&id_subyek=20
Internethttp://adypato.wordpress.com/2010/05/13/peran-investasi-dalam-pembangunan-ekonomi-nasional/
Internet http://www.naluma.info/id-makalah-pertumbuhan-ekonomi.html

Kamis, 09 Desember 2010

Makalah

PENINGKATAN INVESTASI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
DI KABUPATEN PURBALINGGA


I.PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta dalam menggali potensi sumberdaya alam, menciptakan suatu lapangan kerja baru serta dalam mendukung perkembangan kegiatan ekonomi di daerah. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dalam menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, sumber daya fisik serta sumberdaya alam lokal. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif–inisiatif yang berasal dari daerah dan pelaku usaha dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi memerlukan sistem kelembagaan yang kuat dan berbasis pada sumber daya lokal. Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan perencanaan pengelolaan sumber daya yang dimiliki harus dikelola secara profesional dengan memperhatikan kaidah-kaidah keberlanjutan. Dari ketiga sumber daya tersebut, maka sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber daya pembangunan yang paling menentukan apabila pengelolaannya dilakukan secara benar dan terarah. Pengelolaan sumber daya manusia yang tepat akan memberikan dampak yang langsung terasa manfaatnya.

II. PERMASALAHAN
Bagaimana pembangunan ekonomi pada kabupaten purbalingga pada saat ini? Peluang apakah yang dapat ditangkap oleh kabupaten pada saat ada kecenderungan keterbatasan dana yang dikucurkan dari pusat. Dapatkah mengurangi tingkat pengangguran yang cukup tinggi di daerah ini?

III. TELAAH TEORI
Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pemngetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999)
PerencanaanPembangunanEkonomiDaerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.
Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.
Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan. (Lincolin arsyad, 1999)

IV. PEMBAHASAN
Menarik investasi domestik dan luar negeri sebanyak-banyaknya agaknya menjadi pilihan bagi daerah ketika ada kecenderungan keterbatasan kucuran dana dari pusat dalam pengembangan ekonomi daerahnya. Agar investasi itu datang maka daerah dituntut melakukan dua hal, yaitu memperbaiki tata kelola pengelolaan unit yang bertanggung jawab terhadap keberadaan, kedatangan, dan keberlanjutan investasi di daerah dan melakukan inventarisasi akan potensi lokal yang bersifat khas untuk “dijual” kepada investor luar daerah atau luar negeri. Mengacu pada analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), pemanfaatan sumber daya sumber daya alam dan manusia harus dapat bersinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal.
Mengenai penanaman modal asing di daerah, Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah dapat dijadikan referensi karena di Kabupaten Purbalingga terdapat banyak PMA korea yang mayoritas bergerak di bidang usaha pengolahan dan produksi komoditi yang berbahan baku rambut antara lain wig dan bulu mata tiruan. Karena banyaknya, maka Kabupaten Purbalingga dikenal sebagai sentra kerajinan rambut No. 2 terbesar di dunia.
Sepuluh tahun terakhir, perkembangan ekonomi Purbalingga menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Ini dapat dilihat dari PDRB yang dari tahu ke tahun selalu meningkat sampai pada saat ini dicapai. Pertumbuhan ekonominya pun diakui lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten-kabupaten di wilayah Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen). Geliat ekonomi riil-nya juga kelihatan semakin bergairah dilihat dari menjamurnya bisnis kuliner, perdagangan dan jasa lainya.
Prestasi masa lalu merupakan pembelajaran berharga dalam melaksanakan tata kelola pengembangan dan pembinaan penanaman modal asing untuk masa depan. Perekonomian Purbalingga dalam 10 tahun terakhir mengalami masa-masa yang mengagumkan dengan laju pertumbuhan ekonomian di atas rata-rata kabupaten sekitar. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi pada data terakhir tahun 2007 yang ditunjukan oleh kenaikan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 6,19%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Demikian halnya untuk tahun 2008, pendapatan perkapita penduduk juga mengalami kenaikan dari Rp. 3.275.670,-/tahun pada tahun 2006 menjadi 3.727.398,-/tahun pada tahun 2007. Tidak hanya itu, Purbalingga juga pernah dinobatkan menjadi Kabupaten Pro Investasi karena prestasinya dalam menggaet investor untuk menanamkan modalnya.
Dari seluruh perusahaan asing yang beroperasi di Purbalingga, hanya satu perusahaan asing berasal dari Jepang dan bergerak di bidang usaha industri kayu olahan dengan hasil produksi berupa peralatan makan dan sembahyang. Sedangkan 18 perusahaan asing lainnya berasal dari China dan Korea Selatan yang kesemuanya bergerak di industri rambut dengan hasil produksi berupa bulu mata, wig maupun kuku palsu.
Dalam kurun tahun 2002 hingga 2007, di Kabupaten Purbalingga terdapat persetujuan rencana PMA sebanyak 7 proyek, dengan nilai US$ 6,830 juta, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.726 orang. Pada saat yang sama juga terdapat realisasi 7 proyek PMA (0,16%) dengan nilai US$ 7,725 juta (0,02%) dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.433 orang (0,38%).
Rata-rata penyerapan tenaga kerja oleh PMA di Purbalingga, mencapai 575 orang/proyek. Angka ini jauh di atas rata-rata penyerapan tenaga kerja oleh PMA di Provinsi Jawa Tengah yang berkisar 477 orang/proyek, Provinsi Jawa Barat yang berkisar 252 orang/proyek, Provinsi DKI Jakarta yang berkisar 112 orang/proyek, maupun secara nasional yang berkisar 207 orang/proyek.
Kenyataan di lapangan, keberadaan investasi asing di Purbalingga mempunyai angka serapan tenaga kerja jauh lebih besar lagi karena hampir semua perusahaan PMA di Kabupaten Purbalingga menjalin kemitraan dengan sentra kerajinan rakyat dan industri plasma perdesaan yang dikelola oleh masyarakat. Keberadaan perusahaan asing di Purbalingga mampu menguatkan pertumbuhan ekonomi regional, menciptakan lapangan kerja, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
Pertumbuhan yang relatif tinggi ini didukung oleh berbagai faktor, antara lain dikarenakan dukungan kebijakan deregulasi investasi, iklim usaha yang kondusif dan juga adanya kepercayaan dunia internasional (khususnya PMA Korea) kepada para pelaku ekonomi daerah dan sumber daya tenaga kerja dalam melakukan berbagai bentuk.
Tentu saja kepercayaan dari para investor yang tidak datang begitu saja ini harus tetap dijaga eksistensinya. Oleh karena itu harus dilakukan inovasi dan perubahan paradigma pemikiran mengenai potensi sumber daya alam daerah sebagai pusat daya tariknya. Tentunya perubahan ini akan menimbulkan perubahan konsep memikiran yang jarang memunculkan kesadaran bersama, pada kali pertama dilontarkan.
Perekonomian daerah Purbalingga semakin mengalami proses perubahan yang lebih baik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purbalingga. Semakin ramainya bisnis kuliner, semakin banyaknya dealer sepeda motor, counter HP, dan lain-lain usaha, merupakan bagian dari multiplier effect economy dari keberadaan pabrik-pabrik rambut Korea dan pabrik-pabrik lain yang berdiri di Purbalingga.
Bahkan seperti yang dilansir oleh harian Suara merdeka, Kepala Bappeda menyatakan bahwa angka kemiskinan di Kabupaten P:urbalingga diprediksi bakal turun dibanding tahun 2009. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) RI, pada tahun 2010 ini angka kemniskinan diprediksi turun menjadi 22% atau 188,7 ribu jiwa, dibanding 24,12% pada tahun 2009.

V. KESIMPULAN
Perekonomian daerah Purbalingga semakin mengalami proses perubahan yang lebih baik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purbalingga. Kabupaten Purbalingga yang meraih prestasi sebagai kabupaten yang pro investasi selama 2 tahun berturut turut telah berusaha dengan baik dalam meningkatkan laju pembangunan ekonomi di daerahnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan PMA maupun PMDN, dan semakin sedikitnya jumlah pengangguran, walaupun sebagian besar tenaga kerja yang dibutuhkan adalah wanita. Kenyataan yang ada, Purbalingga justru kekurangan tenaga kerja wanita, sehingga juga membuka peluang bagi tenaga kerja wanita di wilayah sekitarnya. Tantangan ke depan adalah bagaimana mensejahterakan kaum buruh ini, dan pemberdayaan tenaga kerja pria di sektor yang lain.




DAFTAR PUSTAKA

1. Suara Merdeka, Sabtu, 4 Desember 2010, Angka Kemiskinan Purbalingga Turun.
2. Suara Merdeka,Kamis, 25 November 2010, Kendala Investasi di Daerah.
3. Internet, http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=102368
4. Internet, http://visijobs.com/beta/news/detail/2010/12/01/BPS
5. Internet, http://intl.feedfury.com/content/16916678-penanaman-modal-asing

Selasa, 07 Desember 2010

makalah

UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PURBALINGGA


I. PENDAHULUAN

Masalah kemiskinan di Indonesia sebenarnya bukan masalah yang baru, karena sudah ada sejak masa penjajahan, masa orde lama, masa orde baru, dan bahkan pada era reformasi sekarang ini. Pada zaman orde baru, tepatnya pada dekade 1990-an masalah kemiskinan mulai diangkat ke permukaan dengan memberikan perhatian yang lebih besar sebagai upaya memacu pertumbuhan yang sekaligus dibarengi dengan pemerataan hasil pembangunan. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa telah terjadi penumpukan kapital pada sekelompok masyarakat yang berakibat pada semakin meningkatnya kesenjangan sosial.
Pembangunan bidang ekonomi yang dianggap berhasil pada saat itu, telah pula menurunkan jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi sekitar 22,4 juta pada tahun 1996. Keberhasilan tersebut ditandai pula dengan meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5 % per tahun menjelang tahun 1997. Namun keberhasilan ekonomi tersebut telah porak poranda dengan adanya krisis moneter pada akhir tahun 1997 yang kemudian berlanjut menjadi krisis multi dimensional yang melanda Bangsa Indonesia. Kejadian tersebut telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin meningkat secara drastis, yakni menjadi sekitar 79, 4 juta pada tahun 1998-1999. Jika dilihat dari angka pastinya, kemungkinan akan jauh lebih tinggi lagi.
Realitas menunjukkan bahwa kondisi sebagian besar masyarakat semakin terpuruk, yang ditandai dengan meningkatnya pengangguran/PHK, merosotnya daya beli masyarakat dan semakin sulitnya memenuhi kebutuhan akan sembako. Demikian pula akses pelayanan pendidikan dan kesehatan semakin mahal, sehingga dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk terhadap menurunnya pendidikan, status kesehatan dan gizi masyarakat, terutama bagi keluarga miskin. Kondisi ini menjadi lebih sulit diatasi mengingat stabilitas politik dan keamanan sebagai prasyarat pemulihan ekonomi belum terwujud. Para elit politik khususnya di tingkat nasional makin sibuk dengan pertikaian pendapat, sehingga seringkali bersifat kontraproduktif terhadap kebijakan pemulihan yang sedang dilaksanakan.


II. PERMASALAHAN

Bagaimana dan upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap penanggulangan kemiskinan di wilayah Kabupaten Purbalingga?


III. TELAAH TEORI

Kemiskinan pada dasarnya merupakan kondisi tidak berdaya karena terbatasnya kemampuan ekonomi sehingga kurang terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan keterisolasian. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sulit dikenali dan ditarik garis batas secara umum mengingat berbagai perbedaan yang melatar belakanginya. Oleh karena itu masalah kemiskinan muncul dalam berbagai dimensi. Kurang terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar tersebut, menyebabkan masyarakat terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang sulit untuk dientaskan dalam waktu singkat dengan terapi yang mudah. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang melingkupinya mempunyai hubungan sebab akibat yang saling mendorong masyarakat tersebut semakin terjerumus dalam kemiskinannya.
Dalam rangka menanggulangi kemiskinan pada dasarnya selama ini telah dilaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan pada era sebelum Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang ”Pemerintahan Daerah” diberlakukan (sebelum Januari 2001), bersifat sangat sentralistik. Dimana program-program penanggulangan kemiskinan didisain oleh Pemerintah Pusat secara top down. Sistem dan mekanisme/tata laksana program-program tersebut telah dibakukan; dalam kaitan ini Pemerintah Daerah tinggal menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada. Pemerintah Daerah tidak berkesempatan untuk ikut serta dalam meng-create operasionalisasi program yang sesuai dengan kondisi riil di wilayahnya. Program penanggulangan kemiskinan merupakan paket secara utuh mulai dari ide, konsep, pedoman, petunjuk pelaksanaan/ juklak, petunjuk teknis/juknis bahkan sampai dengan rekruitmen konsultanpun telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat.
Akibat sentralisasi kebijakan ini maka dalam pelaksanaannya di daerah-daerah banyak hal yang dirasakan kurang pas. Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam hal ini sangat terbatas, bahkan kebijakan tersebut terasa memarjinalkan peran Pemerintah Daerah. Dengan alasan efisiensi dan menjaga “kebocoran”, maka program-program dari pusat tersebut yang arahnya ke masyarakat bawah/grass-root dilakukan secara “by-pass” dengan memberikan dana langsung kepada masyarakat yang ditargetkan. Memang cara yang demikian sah-sah saja, akan tetapi hal ini justru menunjukkan bahwa secara tidak langsung pembinaan Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah tidaklah berhasil. Akibat yang lebih jauh adalah rendahnya tanggung jawab Pemerintah Daerah yang hanya sebatas sebagai penerima dan pelaksana program serta pemenuhan aspek-aspek formal administrasi.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang ”Pemerintahan Daerah” telah membawa perubahan yang mendasar dan cepat serta menciptakan paradigma baru dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penyelenggaraan azas desentralisasi yang secara utuh dan bulat telah diletakkan di Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan tidak lagi tersentralisasi di Pusat.
Pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan, ternyata telah dapat menekan laju pertumbuhan penduduk miskin walaupun belum maksimal. Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2008, jumlah keluarga Pra Sejahtera dan KS 1 alasan ekonomi tercatat 89.840 KK pada tahun 2008, berkurang menjadi 89.376 KK pada tahun 2009 atau turun 0,52 %. Hal tersebut paling tidak menunjukkan bahwa minimal dapat menahan tidak bertambahnya keluarga miskin. Kondisi tersebut dengan sendirinya merupakan peran dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan. Sudah barang tentu dalam pelaksanaan program-program tersebut terdapat berbagai kendala, hambatan dan kekurangan yang perlu dibenahi secara sungguh-sungguh
Namun yang jelas upaya-upaya untuk mengurangi kemiskinan struktural mutlak untuk terus dilaksanakan secara lebih sistematis. Komitmen tersebut telah dituangkan dalam RPJMD, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kab. Purbalingga 2005-2010. Di tengah proses demokratisasi dan desentralisasi sekarang ini upaya pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan tersebut tidak bisa lepas dari berbagai isu yang saling terkait satu sama lain, yaitu :

1. Terselenggaranya praktek pemerintahan yang baik (good governance);
2. Pembagian peran yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan;
3. Kerjasama (partnership) antara pemerintah, swasta dan masyarakat sipil (civil society) dalam pengurangan kemiskinan ;
4. Upaya pemberdayaan masyarakat yang bertumpu pada kekuatan setempat.

Keempat isu tersebut ditambah dengan berbagai hal lain seperti pemberdayaan perempuan, pelestarian lingkungan hidup, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia diharapkan dapat menjadi wacana publik terutama di tingkat lokal, sehingga akhirnya terumuskan suatu komitmen penanggulangan kemiskinan yang disepakati bersama oleh seluruh pelaku (stakeholders) terutama di tingkat daerah.
Dalam rangka pembagian peran antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Pusat masih mempunyai peran strategis antara lain dalam hal penetapan kebijakan makro, memfasilitasi dan melakukan pembinaan serta pengawasan agar otonomi daerah dapat diselenggarakan secara berhasil guna dan berdaya guna termasuk di dalamnya pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
Sedang Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menciptakan konsep, program dan kegiatan yang mampu meningkatkan akses rakyat miskin terhadap pelayanan sosial dasar, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat yang selaras dengan kebijakan makro.
Sementara itu kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam pengurangan kemiskinan diharapkan akan menghasilkan perluasan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Keterlibatan unsur-unsur masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan dan evaluasi merupakan hal yang mutlak diperlukan. Secara internal, keterlibatan tersebut dapat berupa keikutsertaan mereka dalam penetapan sasaran program, penyusunan petunjuk pelaksanaan, implementasi kegiatan. Sedang secara eksternal, Pemerintah daerah mendorong upaya pemantauan yang dilakukan organisasi atau kelembagaan non pemerintah secara independen.


IV. PEMBAHASAN

Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, pemerintah Kabupaten Purbalingga pada era otonomi ini terlihat berusaha meneruskan komitmennya untuk melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program yang tertuang dalam RPJMD yang saat sekarang dijabarkan dalam Perencanaan Strategik Pembangunan Daerah/RENSTRA. Program-program tersebut antara lain meliputi; peningkatan pemerataan kesempatan belajar dan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah. Peningkatan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, pemberantasan penyakit menular, penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan angka kematian balita, penciptaan akses permodalan dan pemasaran bagi pengusaha lemah, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dan sebaginya yang dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi.
Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Purbalingga memutuskan untuk mengadopsi atau meriplikasi program-program nasional penanggulangan kemiskinan menjadi program daerah. Program-program tersebut dimodifikasi secara terbatas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah, dengan harapan dayaguna dan hasilguna pelaksanaan program tersebut maksimal.

Adapun berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Operasi Pasar Khusus - Keluarga Prasejahtera (OPK-KP Beras)
Program ini masih merupakan program nasional yang ditujukan untuk menanggulangi kerawanan pangan yang muncul dalam masyarakat. OPK-KP Beras ini berupa bantuan beras murah yang disalurkan secara khusus tidak melalui pasar umum, melainkan langsung kepada sasaran penerima manfaat yaitu rakyat miskin (Keluarga Pra Sejahtera dan KS 1 serta keluarga rawan pangan lainnya dengan kriteria tertentu). Untuk memudahkan agar program ini dapat disosialisasikan dan ditangkap dengan mudah oleh masyarakat awam, diusulkan program ini diberikan nomenklatur yang sederhana yakni Bantuan Beras Murah Untuk Rakyat Miskin (BBM - RM). Melalui OPK-KP Beras telah disiapkan oleh Sub Dolog Banyumas 10.227.840 kg beras untuk tahun 2009. Beras tersebut telah dan akan disalurkan kepada 42.616 KK sebesar 852.320 Kg per bulannya.
2. Dana Bantuan Operasional/DBO dan Bea Siswa Pendidikan Dasar dan Menengah Program ini ditujukan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap dunia pendidikan khususnya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui Program ini diberikan bantuan dana ke sekolah-sekolah dengan kondisi tertentu untuk dapat mempertahankan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Di samping itu, diberikan pula bantuan bea siswa kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berasal dari keluarga tidak/kurang mampu, sehingga mereka diharapkan dapat membiayai keperluan sekolahnya. Untuk program ini telah dialokasikan Dana APBD Kabupaten sebesar Rp. 4.287.360.000,- yang terbagi untuk Dana Operasional dan Dana Bea Siswa SD/MI/SDLB, SLTP/MTs, SMU/SMK/MAN.
3. Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah/PMT-AS (Replikasi Program PMT-AS)
Program ini ditujukan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap dunia pendidikan utamanya perbaikan gizi dan kesehatan sehingga terjadi peningkatan ketahanan fisik siswa. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong minat dan kemampuan belajar serta menjaga Prestasi Dalam Rangka Tercapainya Program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Untuk program ini telah dialokasikan Dana APBD Kabupaten sebesar Rp. 646.185.000,-
4. JPKM
Untuk program ini telah dialokasikan Dana APBD Kabupaten sebesar Rp. 4.507.234.000,-. Dimana pelaksanaan program ini telah dimodifikasi menjadi model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat/JPKM. JPKM sebagai suatu sistem pembiayaan kesehatan yang memberi insentif terhadap upaya promotif dan preventif sesuai dengan tuntutan reformasi dan pola pikir paradigma sehat. Model ini diharapkan akan memberikan perbaikan serentak pada sub sistem pelayanan kesehatan, sub sistem pembiayaan, dan peningkatan peran serta masyarakat agar pemeliharaan kesehatan menjadi tanggung jawab bersama.
5. Program Pengembangan Ekonomi Produktif
Program ini ditujukan untuk menciptakan kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di perdesaan dan perkotaan yang diharapkan dapat menggerakkan kembali ekonomi rakyat melalui pemberian modal usaha yang mendukung sistem produksi dan distribusi barang dan jasa. Melalui program ini dapat dilaksanakan pula gelar produk/hasil kegiatan ekonomi produktif dari desa sasaran dalam rangka menjaga kesinambungan kegiatan yang telah mulai berkembang. Untuk program ini telah dialokasikan Dana APBD Kabupaten sebesar Rp. 1.500.000.000,- dengan sasaran 26 desa pada 13 Kecamatan.
6. Program Pembangunan Prasarana Dasar Desa (Replikasi Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal/P3DT)
Program ini ditujukan untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan utamanya dalam penyediaan berbagai prasarana dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin di perdesaan sekaligus untuk mendorong tumbuhnya lapangan usaha dan pekerjaan; Untuk program ini telah dialokasikan Dana APBD Kabupaten sebesar Rp. 3.000.000.000,- dengan sasaran 34 desa pada 14 Kecamatan.


V. KESIMPULAN

Pemerintah Kabupaten Purbalingga masih sangat concern terhadap program-program penanggulangan kemiskinan. Terlebih-lebih dengan adanya kebijaksanaan kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang berimplikasi pada kenaikan harga berbagai jenis barang maupun jasa termasuk bahan pokok, maka replikasi program-program JPS yang masih dilanjutkan pelaksanaannya di daerah akan menjadi semakin penting.
Sesuai dengan strategi pembangunan yang dikembangkan bahwa penyusunan rencana kegiatan pada program-program pengentasan kemiskinan tersebut disusun secara bottom up, partisipatif dan local planning. Dimulai dari musyawarah pembangunan di tingkat desa kemudian dilanjutkan dengan diskusi pembangunan di tingkat Kecamatan. Kemudian bentuk-bentuk usulan kegiatan ditanggapi oleh Badan/Dinas/Instansi terkait dalam Forum Rapat Koordinasi Pembangunan guna dipadukan dengan kebijaksanaan makro, PROPEDA dan RENSTRA yang telah ditetapkan. Dimana sistem tersebut diimbangi pula dengan adanya pengawasan baik oleh aparat pengawasan fungsional maupun pengawasan masyarakat itu sendiri

DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 22 Th 1999 tentang Pemerintah Daerah
2. RPJM, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Purbalingga th 2005-2010
3. Internet http://beta:antaranews.com/berita/1287425020/
4. Internet http://www.reformed.crs.org/ind/articles/
5. Todaro, M.P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga
 

Masa Lalu

Masa Lalu
My Family

Saat Ocha mikir

Saat Ocha mikir
jagoanku

my super hero

my super hero
Saat Rifky masih kecil

Lets Go To Dream

Lets Go To Dream
my dream come true

Istana Wagub

Istana Wagub
cieee ...

mikir ......