SELAMAT DATANG

Welcome To My Blog, I Hope You Are Interested and Enjoy It With Me. Certainly, We Can Learn To Each Other. Hehehe...
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 19 Januari 2011

makalah untuk prof. Kamio

DINAMIKA PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
I. Latar Belakang
Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Transformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
Pembangunan di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang ditandai terjadinya perubahan struktur perekonomian. Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) merosotnya pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. 2
Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenagakerja yang berimbang (Swasono dan Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) dalam Suhartini (2001) mengatakan bahwa titik balik untuk aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenagakerja (labor turning-point). Sehingga masalah yang sering diperdebatkan adalah: (1) apakah penurunan panga PDB sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenagakerja sektoral, dan (2) industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manukfaktur. Jika transformasi kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor primer.
Tujuan Pengkajian
Bertolak dari latar belakang dan permasalahan di atas, maka makalah ini bertujuan untuk melihat perubahan struktural yang terjadi dalam perekonomian Indonesia, khususnya dinamika perubahan struktur ekonomi dan kesempatan kerja baik antar sektor maupun antar subsektor pada sektor pertanian dan perubahan struktur kualitas sumberdaya manusia di Indonesia.
II. Landasan teori
Perubahan Struktur Ekonomi
 Teori Arthus Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi didaerah pedesaan dan daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya mengasumsikan bahwa suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama.
 Di pedesaan karena pertumbuhan penduduknya tinggi maka terjadi kelebihan supply tenaga kerja dan tingkat hidup masyarakatnya pada kondisi subsistem. Sedangkan di perkotaan mengalami kekurangan tenaga kerja mengakibatkan perbedaan upah.
 Perbedaan upah di pertanian (pedesaan) dan industri (perkotaan) menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertanian ke sektor industri. Secara agregate berpindahnya sebagian tenaga kerja dari sektor dengan upah yang rendah ke sektor dengan upah yang tinggi membuat pendapatan di negara bersangkutan meningkat
 Teori Chenery pada dasarnya sama dengan teori Lewis. Dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomidi negara berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian ke sektor industri sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.
 Proses transformasi struktural akan mencapai taraf yang paling cepat bila pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur diperkuat oleh perubahan serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor.
Faktor Penyebab Perbedaan pola dan proses perubahan struktur ekonomi
1. Kondisi dan Struktur Awal Ekonomi DalamNegeri (Economic Base)
2. Besarnya Pasar Dalam Negeri
3. Pola Distribusi Pendapatan
4. Karakteristik Industrialisasi
5. Keberadaan Sumberdaya Alam (SDA)
6. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

III. Pembahasan
Dari data yang didapat dari Berita Resmi Statistik BPS, Mei 2010 PDB atas dasar harga berlaku pada Triwulan I-2009 mencapai Rp1.317,1 triliun, kemudian pada Triwulan IV-2009 meningkat menjadi Rp1.450,8 triliun dan pada Triwulan I-2010 meningkat lagi menjadi Rp1.498,7 triliun. Demikian pula PDB atas harga konstan 2000 Triwulan I-2009 adalah sebesar Rp528,1 triliun kemudian meningkat menjadi Rp547,5 triliun pada Triwulan IV-2009 dan pada Triwulan I-2010 meningkat lagi menjadi Rp558,1 triliun.
Atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto yang terbesar pada Triwulan I-2010 adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar Rp380,9 triliun, kemudian Sektor Pertanian Rp239,4 triliun, disusul oleh Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran sebesar Rp208,0 triliun, Sektor Pertambangan-Penggalian sebesar Rp168,1 triliun, Sektor Konstruksi sebesar Rp150,4 triliun, Sektor Jasa-jasa sebesar Rp139,2 triliun, Sektor Keuangan-Real Estat-Jasa Perusahaan sebesar Rp107,6 triliun,dan Sektor Pengangkutan-Komunikasi sebesar Rp93,4 triliun, serta terakhir Sektor Listrik-Gas-Air Bersih sebesar Rp11,7 triliun.
Pada perhitungan atas dasar harga konstan 2000, kesembilan sektor di atas memberikan nilai tambah bruto berturut-turut yaitu Sektor Industri Pengolahan sebesar Rp143,7 triliun, Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran Rp95,9 triliun, Sektor Pertanian Rp76,0 triliun, Sektor Keuangan-Real Estat-Jasa Perusahaan Rp54,3 triliun, Sektor Jasa-jasa Rp52,3 triliun, Sektor Pengangkutan-Komunikasi Rp50,7 triliun, Sektor Pertambangan-Penggalian Rp45,0 triliun, Sektor Konstruksi Rp35,9 triliun, dan Sektor Listrik-Gas-Air Bersih Rp4,3 triliun.
Dari uraian di atas tampak bahwa transformasi struktural memang telah terjadi di Indonesia, dimana sektor primer secara berangsur mulai tergeser oleh sektor industri pengolahan dan manufaktur, perdagangan, jasa keuangan serta angkutan dan komunikasi. Proses industrialisasi telah berlangsung di Indonesia, terlihat dari semakin besarnya pangsa PDB dari sektor industri.
Keindustrian struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya belum sejati, masih sangat dini. Keindustriannya berulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk produk domestic bruto atau pendapatan nasional. Keindustrian yang ada belum didukung dengan kontribusi sektoral dalam menyerap tenaga kerja atau angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam menyerap pekerja ini dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia secara makro-sektoral ternyata masih dualistis. Karena dari segi penyerapan tenaga kerja, sector pertanian hingga saat ini masih merupakan sector utama sumber kehidupan rakyat
Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sectoral ini senada dengan pergeserannya secara spasial. Dilihat dari kacamata spasial, perekonomian telah bergeser dari semula. Dilihat dari kacamata politik, sejak awal orde baru hingga pertengahan dasawarsa 1980an perekonomian Indonesia berstruktur etatis. Pemerintah atau negara, dengan BUMN dan BUMD sebagai kepamjangan tangannya, merupakan pelaku utama ekonomi.
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya, beralasan untuk mengatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralistis. Pembuatan keputusan (decision making) lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintahan daerah atau kalangan bawah pemerintahan, apalagi rakyat dan mereka yang tidak memiliki access ke pemerintahan, lebih cenderung menjadi pelaksana.
Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih dari struktur yang agraris ke industrial, sementara dalam hal birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentralistis.
kualitas sumberdaya manusia di Indonesia pun telah mengalami peningkatan, terbukti komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan menengah ke atas semakin besar, sebaliknya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah berkurang. Namun masalahnya adalah perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi dari perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut. Fenomena ini dapat dilihat dari banyaknya pengangguran dengan tingkat pendidikan menengah ke atas dan bahkan dengan tingkat pendidikan sarjana.
Implikasi Kebijakan
1. Upaya mengatasi terjadinya penumpukan tenagakerja di sektor pertanian yang nota bene pada umumnya berada di daerah pedesaan dapat dilakukan melalui pengembangan industri berbasis pedesaan, dengan harapan di satu sisi mampu menyerap kelebihan tenagakerja tersebut, dan di sisi lain mampu mendatangkan nilai tambah bagi produk pertanian. Sehingga pada akhirnya proses percepatan pemiskinan di sektor pertanian bisa diperlambat.
2. Pengembangan teknologi pertanian terutama pada daerah-daerah yang kelebihan tenagakerja seyogyangya diarahkan pada inovasi teknologi sarat tenagakerja, sehingga masalah kelebihan tenagakerja pada daerah tersebut dapat dikurangi.
3. Perlu adanya restrukturisasi industri di Indonesia yang mengarah kepada kesesuaian dengan kualitas dan kualifikasi tenagakerja yang ada sekarang. Atau sebaliknya, jenis pendidikan yang harus dikembangkan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenagakerja, khususnya pasar tenagakerja pada sektor industri. 20Sehingga fenomena banyaknya pengangguran dengan tingkat pendidikan sarjana bisa dikurangi.
4. Porsi jumlah dana yang dianggarkan pemerintah dalam bentuk investasi di sektor pertanian perlu ditingkatkan lagi, mengingat transformasi tenagakerja relatif lebih respon terhadap perubahan kesempatan kerja di sektor pertanian dibandingkan .perubahan kesempatan kerja disektor industri dan jasa.




IV. Kesimpulan
transformasi struktural memang telah terjadi di Indonesia, dimana sektor primer secara berangsur mulai tergeser oleh sektor industri pengolahan dan manufaktur, perdagangan, jasa keuangan serta angkutan dan komunikasi. Proses industrialisasi telah berlangsung di Indonesia, terlihat dari semakin besarnya pangsa PDB dari sektor industri. Hanya saja, kita harus memperhatikan sektor industri berbasis pedesaan, inovasi teknologi yang sarat tenaga kerja, kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan pasar, serta penambahan investasi dari pemerintah di sektor pertanian

DAFTAR PUSTAKA
Kapita selekta ekonomi Indonesia, Soetrisno P. H.,Jakarta, Andi Offset, 1992
Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta, LP3ES, 1994
Internethttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(2)%20soca-kariyasa-strktr%20ek%20dan%20kesmpt%20kerja(1).pdf
Internet http://www.bps.go.id/brs_file/pdb-10mei10.pdf
internet www.lintasberita.com/.../Struktur_Ekonomi_Indonesia_Rentan_Krisis
internet ekonomizone.blogspot.com/.../bps-ekonomi-tumbuh-tumbuh-59-persen.html

Kamis, 13 Januari 2011

Makalah menyapekkan tapi TETAP menyenangkan

KINERJA PELAYANAN PERIJINAN SEBAGAI DETERMINAN PENINGKATAN PEREKONOMIAN DAERAH
(studi tentang kebijakan dan upaya pengembangan dunia usaha dan investasi di Kabupaten Purbalingga melalui Pelayanan Perijinan dan Investasi secara Terpadu )


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang banyak menghadapi permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Salah satunya adalah jumlah angkatan kerja yang terus meningkat, yang tidak sebanding dengan pertumbuhan sektor sektor pembangunan. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan di posisis kedua adalah sektor industri. Namun dalam perkembangannya, Indonesia mengalami transformasi dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Atas dasar itulah, maka di tiap tiap daerah, pemerintah berusaha memberikan pelayanan investasi yang sebaik mungkin.

Pada tahun 2004 – 2009 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan 257 surat persetujuan (SP) bagi investor yang hendak menanam modalnya (Berinvestasi) di Jawa Tengah. Jumlah tersebut terdiri atas 191 penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negri (PMDN). Hingga saat ini baru 125 investor (88 PMA dan 37 PMDN) yang melakukan kegiatan usahanya. Adapun 15 lainnya baru mengantongi izin usaha tetap (IUT), 16 dalam proses kegiatan penanaman modal (LKPM), dan 29 dalam proses pembangunan proyek. Selain proses yang cukup panjang, 28 persen rencana investasi di Jawa Tengah nasibnya kian tidak jelas, sebab masih menurut hasil investigasi Badan Penanaman Modal Daerah Jateng (BPMD) ada beberapa investor dan beberapa perusahaan pemegang SP yang alamatnya tidak dikenali, ada yang sudah berhenti operasi tanpa pemberitahuan, dan lain sebagainya. Jumlah totalnya 72. Terdiri atas 58 PMA dan 14 PMDN.
Fakta dilapangan menunjukkan ada investasi di jateng yang baru terealisasi pada tahun 2009 padahal SP-nya sudah dikeluarkan12 tahun silam, tahun 1997. Jika investor yang sudah mengantongi SP saja butuh waktu sedemikian lama untuk merealisasikan investasi, apalagi bagi yang baru dalam tahapan Letter of intent (LOI).
Hampir tiap tahun, BPMD Jateng dan Instansi Penanaman modal (IPM) di tingkat kabupaten/kota melakukan promosi investasi besar besaran. Meski demikian, realisasi dan perkembangan investasi tidak serta merta dapat dilihat dalam waktu dekat. Betapapun masuknya investasi ke suatu daerah ditentukan banyak faktor. jaminan soal perizinan adalah salah satu faktor diantara faktor faktor yang lain, semisal ketersediaan infrastruktur pendukung layaknya jalan, jaringan listrik, jaringan telepon, air bersih, dan lain sebagainya.
Tak mengherankan, jika dari 9 profil dan 30 potensi investasi yang dipromosikan Pemprov Jateng lewat Central Java Investment Business Forum (CJIBF) tahun 2009, baru 4 potensi investasi terealisir.
Aliran modal akan masuk ke daerah-daerah yang memiliki potensi dan memberikan keuntungan bagi pada pemiliknya. Bagaimana pergerakan modal ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung perkembangan ekonomi daerah menjadi pekerjaan tersendiri. Berbagai langkah dan upaya banyak dilakukan oleh pengambil kebijakan di tingkat daerah untuk menciptakan suatu kondisi agar aliran modal dapat mengalir ke daerah itu. Dengan kata lain, pada saat ini Pemerintah Daerah sedang berlomba-lomba mengelola potensi daerahnya masing-masing agar terjadi aliran modal masuk. Menciptakan peluang dan iklim kondusif menjadi kata kuncinya. Peluang dapat muncul manakala ada upaya untuk menciptakannya. Akan tetapi tidak jarang, daerah mengalami banyak kendala dalam menciptakan kondisi ini, padahal pada satu sisi yang lain, tanpa ada upayapun, terdapat potensi-potensi investasi yang bisa “dijual” kepada para pemilik modal. Banyak potensi yang sengaja diupayakan namun disisi yang lain tidak sedikit pula potensi itu ada tanpa adanya upaya khusus, yang hal ini sering tidak disadari keberadaannya.
Di satu sisi upaya menarik modal dari luar daerah atau luar negeri dilakukan optimalisasi dengan pemberian berbagai kemudahan, fasilitas, dan dukungan namun di sisi yang lain potensi-potensi yang mampu menarik aliran modal luar tidak begitu dilakukan optimalisasi sehingga daya dukung antar keduanya tidak saling bersinergis. Apa yang disampaikan disini bukanlah tanpa alasan, namun dari berbagai pengamatan, pada saat ini tidak sedikit pengambil kebijakan di daerah yang baru berfikir mengenai sebuah potensi dalam tataran tata-kelolaannya. Artinya dalam menciptakan potensi investasi diperlukan sebuah perlakuan. Sementara masih banyak potensi investasi yang tanpa perlakuanpun sudah menjadi daya tarik. Dan hal ini seringkali tidak dipandang sebagai potensi yang menarik, bahkan diabaikan, padahal tanpa perlakuan yang yang spesifik pun, potensi itu sebenarnya sudah memiliki daya tarik bagi investor dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri.
Menarik investasi domestik dan luar negeri sebanyak-banyaknya menjadi pilihan bagi daerah ketika kecenderungan keterbatasan dana dari pusat dalam pengembangan ekonomi daerahnya. Agar investasi itu datang maka daerah dituntut melakukan dua hal, yaitu memperbaiki tata kelola pengelolaan unit yang bertanggung jawab terhadap keberadaan, kedatangan, dan keberlanjutan investasi di daerah dan melakukan inventarisasi akan potensi lokal yang bersifat khas untuk “dijual” kepada investor luar daerah atau luar negeri. Mengacu pada analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), pemanfaatan sumber daya sumber daya alam dan manusia harus dapat bersinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal.
Diskusi mengenai penanaman modal asing di daerah, Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah dapat dijadikan referensi karena di Kabupaten Purbalingga terdapat banyak PMA korea yang mayoritas bergerak di bidang usaha pengolahan dan produksi komoditi yang berbahan baku rambut antara lain wig dan bulu mata tiruan. Karena banyaknya, maka Kabupaten Purbalingga dikenal sebagai sentra kerajinan rambut No. 2 terbesar di dunia.
Sepuluh tahun terakhir, perkembangan ekonomi Purbalingga menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Ini dapat dilihat dari PDRB yang dari tahun ke tahun selalu meningkat sampai pada saat ini dicapai. Pertumbuhan ekonominya pun diakui lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten-kabupaten di wilayah Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen). Geliat ekonomi riil-nya juga kelihatan semakin bergairah dilihat dari menjamurnya bisnis kuliner, perdagangan dan jasa lainya. Ini semua bukan diraih tanpa upaya. Tahun 2008, Pemkab Purbalingga membentuk KPM (Kantor Penanaman Modal) dalam struktur organisasi kepemerintahannya. Pembentukan KPM sesuai dengan Perda Kab. Purbalingga No. 16 Tahun 2008, tentang Organisasi dan Tatakerja Lembaga Tekhnis Daerah Kab. Purbalingga, bisa dianggap sebagai langkah inovatif, disamping tuntutan pengembangan organisasi juga, karena KPM merupakan unsur pendukung tugas pemerintah daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal. KPM telah bekerja selama 2 tahun terakhir ini dan telah membuahkan hasil yang cukup fenomenal yaitu diraihnya predikat sebagai Kabupaten yang paling Pro Investasi pada tahun 2009. Dengan pelayanan yang mengarah pada Standart ISO 9000yaitu efisiensi waktu, efisiensi biaya, kepastian, transparansi,pengembangan informasi dan networking.Sesuai tugas pokoknya dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang penanaman modal dan fungsinya dalam menetapkan kebijakan tekhnis di bidang penanaman modal, perumusan rencana pengembangan dan penetapan program kerja, ko0rdinasi pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang penanaman modal, pengelolaan data dan informasi di bidang penanaman modal, fasilitasi pola kemitraan dan pengembangan kelembagaan penanaman modal.
Jumlah perizinan yang berhasil diterbitkan di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2007 sebesar 3.809, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2008, menjadi 3.856 izin, dan melonjak pada tahun 2009 sebesar 4.025 izin. Selain itu untuk tahun tahun selanjutnya, telah dilakukan lobby/ Pembicaraan Tahap Persiapan Pendirian Investasi Skala besar dan Sedang untuk tahun 2009 sebanyak 22 perusahaan; tahun 2010 sebanyak 12 perusahaan; dan tahun 2011sebanyak 2 perusahaan. Bahkan, Tahun 2011 ini, sebuah investasi senilai Rp 3 trilyun berupa sebuah Pabrik gula tebu sudah dalam taraf Letter of Intent.

PENYERAPAN TENAGA KERJA
Jumlah perusahaan yang berorientasi eksport pada tahun 2009 : PMA 18 unit, pengembangan PMA 3 unit, PMDN 18 unit, dan plasma PMA sebanyak 271 unit. Sedangkan penyerapan tenaga kerja pada perusahaan yang berorientasi eksport tahun 2009 pada PMA terdapat 26.722 orang, PMDN terserap 13.289 tenaga kerja, dan Plasma PMA terdapat 12.214 tenaga kerja. Jumlah Pelaku Usaha Non Pertanian menurut Sensus Ekonomi Nasional I/ Susenas Tahun 2006 sebanyak 108.286 (11,8% dari total jumlah penduduk)
Prestasi masa lalu merupakan pembelajaran berharga dalam melaksanakan tata kelola pengembangan dan pembinaan penanaman modal asing untuk masa depan. Perekonomian Purbalingga dalam 10 tahun terakhir mengalami masa-masa yang mengagumkan dengan laju pertumbuhan ekonomian di atas rata-rata kabupaten sekitar. Demikian pula dengan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi pada data terakhir tahun 2007 yang ditunjukan oleh kenaikan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 6,19%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. PDRB atas dasar harga konstan kabupaten Purbalingga pada tahun 2008 mencapai 2.261 trilyun/ tahun, dan pada tahun 2009 mencapai 2,414 trilyun/tahun. Demikian halnya untuk tahun 2008, pendapatan perkapita penduduk juga mengalami kenaikan dari Rp. 3.275.670,-/tahun pada tahun 2007 menjadi 4,973.000,-/.tahun. dan pada tahun 2009 menjadi 5.650.000,-/tahun. Dengan tingkat inflasi sebesar 3,35% pada tahun 2009, dan capaian kinerja pengurangan penduduk miskin yang terendah diantara kabupaten lain di wilayah Barlengmascakeb. (Sebagai gambaran, pada tahun 2008, di wilayah Banyumas, jumlah TRS turun 31,498. Cilacap 19.712, banjarnegara 27.431, kebumen 9.256, maka jumlah penurunan RTS di Purbalingga mencapai 36.392 merupakan penurunan RTS terbesar se wilayah Barlingmascakeb)maka dapat disimpulkan, kabupaten Purbalingga sedang dalam masa keemasan dalam pembangunannya.Tidak hanya itu, Purbalingga juga pernah dinobatkan menjadi Kabupaten Pro Investasi 2 kali. Yakni di tahun 2004 dan tahun 2009, karena prestasinya dalam menggaet investor untuk menanamkan modalnya.
Pertumbuhan yang relatif tinggi ini didukung oleh berbagai faktor, antara lain dikarenakan dukungan kebijakan deregulasi investasi, iklim usaha yang kondusif dan juga adanya kepercayaan dunia internasional (khususnya PMA Korea) kepada para pelaku ekonomi daerah dan sumber daya tenaga kerja dalam melakukan berbagai bentuk.
Di Kabupaten Purbalingga, pada saat itu perhitungan serta kalkulasi proyek-proyek investasi baru dapat dengan mudah dilakukan karena memang terdapat kepastian berusaha yang tinggi dan tingkat resiko kegagalan dalam berusaha yang rendah. Resiko berusaha yang rendah ini didukung oleh iklim politik yang stabil.
Demikian juga sistem perijinan investasi sudah ditangani secara sentralistis dan integrated sehingga sekaligus mengurangi rantai birokrasi yang berlebihan. Tuntutan politis dan lembaga swadaya masyarakatpun masih dalam koridor yang tidak banyak mengganggu jalannya proses berbisnis.
Kondisi iklim berusaha dan resiko investasi yang positif ternyata kemudian membuahkan hasilnya. Pengusaha-pengusaha lain tanpa ragu-ragu melakukan ekspansi usahanya disegala lini usaha. Minat untuk melakukan investasi secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh masyarakat bisnis dan industri kecil meningkat tajam baik di sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta pada sektor-sektor jasa lainnya, termasuk berbagai kegiatan usaha yang berorientasikan ekspor.
Perkembangan investasi langsung yang baik tersebut kemudian memberikan berbagai manfaat dan dampak positif untuk perkembangan ekonomi daerah. Jarang kita mendengar keluhan dari para calon pekerja khususnya pekerja wanita di daerah perkotaan dan perdesaan yang sulit mendapatkan lapangan kerja. Tingkat pengangguran dapat ditekan seminimal mungkin. Lapangan kerja yang diberikan oleh kehadiran perusahaan asing berorientasi pada ekspor secara bersamaan telah dirasakan manfaatnya oleh kalangan pekerja.
Perkembangan investasi pengusaha lokal dan asing tadi masih memberikan berbagai kontribusi positif untuk peningkatan sumber-sumber pajak perusahaan dan perseorangan yang berguna dalam pembangunan daerah. Perkembangan ekonomi lokal disekitar lokasi tempat usaha perusahaan-perusahaan yang menanamkan investasinya menunjukkan kecenderungan mendapatkan pengaruh dampak langsung dari kehadiran mereka. Penyelenggaran fasilitas umum dan sosial dapat ditingkatkan sekaligus bertambahnya tingkat konsumsi lokal terhadap kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari.
KPPI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Pertama kali dibentuk dengan nama KPPI ( Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi ) dengan maksud untuk merespon anggapan negatif dari masyarakat dalam mengurus perizinan. Dalam perjalanan waktu ternyata sistem “one stop service “ ini dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan para pelaku bisnis pada khususnya. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan pelayanan perizinan prima maka KPPI dirubah menjadi KPPT ( Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu ) agar pelayanan yang diberikan lebih fokus kepada perizinan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Dan KPM (Kantor Penanaman Modal), agar dapat lebih fokus dalam menangani kinerja investasi di Purbalingga. Namun Pada Awal tahun 2011,dalam rangka efisiensi birokrasi, maka KPPT dan KPM berubah kembali menjadi KPPI.
Sedangkan tujuan dibentuknya KPPT adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pelayanan perizinan sehingga lebih mudah, cepat, transparan dan pasti;
2. Tercapainya target pendapatan asli daerah (PAD);
3. Mengembangkan potensi dan peluang investasi daerah terutama yang bertumpu pada sumber daya lokal;

Dasar Hukum :
1. KPPT Kabupaten Purbalingga dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Satuan Polisi Pamong Paraja dan Lembaga Lain Kabupaten Purbalingga.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tatakerja Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi yang telah diganti dengan
3. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 30 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tatakerja Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi.
4. Surat Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 44 Tahun 2003. Tentang Pengalihan pengelolaan Pelayanan Perizinan dan Investasi Kepada KPPI Kab. Purbalingga
5. Peraturan Bupati No. 56 / 2005 Tentang Tata Cara Pengurangan, Keringanan, dan Penghapusan Retribusi Perijinan di Bidang Penanaman Modal
6. Peraturan Bupati No. 18 /2005 Tentang Pelaksanaan Sapta Pesona Industri
7. Peraturan Daerah No. 9 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Perijinan
8. Peraturan Bupati No. 53 tahun 2007 Tentang Pembebasan Retribusi Ijin Gangguan, Tanda Daftar Industri, Ijin Usaha Perdagangan, dan Wjib Daftar Perusahaan Bagi Usaha Kecil
9. Peraturan Daerah No. 1 / 2008 Tentang Pelayanan Publik Kabupaten Purbalingga
10. Peraturan Bupati No. 42 / 2009 Tentang Pembebasan Kewajiban Registrasi Ulang Ijin Gangguan

Dari hasil wawancara dengan masyarakat yang saat itu tengah mengajukan pembuatan perizinan di KPPT Purbalingga, dapat diperoleh jawaban, bahwa pelayanan yang diberikan relatif singkat dibandingkan dengan pelayanan [perizinan di kabupaten lain. Yaitu rata rata 3 hari kerja. Bila dibandingkan dengan daerah lain, bisa berkisar 3 mingguan.
Informasi tentang permasalahan perizinan dan investasi ini pun telah bisa diakses melalui website www.barlingmascakeb.com yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Data Elektronik (KPDE)

KEWENANGAN KPPI
KPPI diberi kewenangan mengelola 11 jenis perizinan. Dengan keputusan Bupati Purbalingga No. 44 th 2003 KPPT berwenang mengeluarkan perizinan usaha berupa :
1. Izin lokasi
2. Izin pengeringan
3. Izin gangguan ( HO/SITU)
4. Izin mendirikan bangunan (IMB)
5. Izin Usaha Perdagangan (IUP)
6. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
7. Izin Usaha Industri (IUI) / Tanda Daftar Industri (TDF)
8. Izin reklame
9. Izin Pertambangan Daerah (IPD)
10. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
11. Izin usaha pengangkutan
12. Izin Penggunaan tanah pengairan
13. Izin usaha penggilingan padi/miller

JENIS DAN PROSEDUR PERIZINAN
Jenis perizinan yang dilayani KPPI dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perizinan terstruktur dan tidak terstruktur.
Untuk perizinan yang terstruktur, prosedur yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Pemohon yang datang diterima oleh petugas di bagian informasi untuk diberi penjelasan mengenai prosedur dan persyaratan yang diperlukan
2. Pemohon yang telah membawa persyaratan lengkap dapat langsung menemui petugas di bagian administrasi untuk mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan, petugas memeriksa keabsahan semua berkas persayaratan
3. Petugas bagian administrasi pendaftaran menyerahkan semua berkas permohonan kepada tim teknis pemeriksa melalui petugas bagian pemrosesan untuk melakukan kunjungan lapangan yang dilanjutkan dengan rapat pengambilan keputusan yang hasilnya dituangkan dalam suatu berita acara
4. Bila hasil rapat tersebut merekomendasikan untuk menerima permohonan maka pemohon diwajibkan untuk membayar biaya retribusi perizinan ke kasir
5. Tim teknis menyerahkan semua berkas permohonan beserta berita acara kepada petugas di bagian pemrosesan untuk dilaksanakan pencetakan berupa Surat Keputusan dan pendataan yang langsung masuk dalam data base perizinan KPPI
6. Pengesahan Surat Keputusan
Untuk perizinan yang tidak terstruktur, prosedur yang ditempuh dari point 1 – 6, ditambah dengan legalisasi kepala kantor. Agar menarik minat pengusaha dalam menanamkan investasinya di Purbalingga, KPPI menerapkan biaya berizin khusus. Jika ada investor strategis yang merekrut tenaga kerja minimal 100 orang, maka akan mendapatkan potongan biaya 10% hingga 50%.
Sementara itu, Purbalingga tercatat sebagai kabupaten yang menjadi sentra industri rambut palsu., Industri rambut palsu bisa berkembang karena sejak dulu di kota ini terdapat banyak perajin konde dan rambut cemara. Tak mengherankan, industri ini cepat berkembang ke industri sejenis, seperti rambut dan bulu mata palsu. Potensinya memang sangat besar. Orang Barat memang sudah terbiasa memakai bulu mata palsu. Dan, itu sifatnya disposal. Sekali pakai langsung buang. Sekarang, ada 2.300 jenis bulu mata palsu yang diproduksi di Purbalingga.
Purbalingga menjadi sentra industri rambut dan bulu mata terbesar nomor 2 di dunia. Saingannya cuma Guangzhou, Cina. Terlebih, banyak produsen rambut dan bulu mata palsu di Guangzhou yang mengalihkan pabriknya ke Purbalingga karena terdesak oleh pengusaha lokal. Contohnya, PT Busang, perusahaan yang didirikan oleh pengusaha Korea Selatan yang sebelumnya punya pabrik di Cina dan dua tahun lalu mengalihkain pabriknya ke kota ini. Kini, Busang adalah satu pabrik rambut palsu terbesar di dunia yang mempekerjakan sekitar 3.000 karyawan.
Secara kuantitatif penerapan One Stop service terbukti telah memberi dampak positif bagiperkembangan investasi di daerah. Semakin mudah, murah dan cepatnya perijinan menumbuhkan keberanian untuk berwirausaha, terbukti dengan adanya peningkatan yang menonjol pada investasi non fasilitas. Kenaikan investasi sebagai dampak penerapan OSS pada akhirnya membawa multiplier effect meningkatnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan daerah.
Secara kualitatif, penerapan One stop service oleh investor telah dinilai dapat memberikan pelayanan perijinan yang lebih baik yaitu transparan, cepat dan murah. Dampak selanjutnya adalah berkurangnya pungutan liar, terciptanya tatanan yang lebih baik, meningkatnya semangat berwirausaha, meningkatnya kepercayaan investor dan meningkatnya citra Pemda di mata masyarakat. Bagaimanapun tanggapan investor terhadap penerapan OSS sangat positif
Purbalingga adalah daerah tujuan yang paling tepat untuk berinvestasi.karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia pada 4-10 Oktober lalu, investor yang menjadi narasumber penelitian memberikan penghargaan tinggi kepada Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang sangat pro dengan investasi. Reformasi perijinan yang dilakukan oleh Pemkab Purbalingga sejak 7 tahun lalu membawa dampak positif terhadap keinginan para investor, khususnya asing untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Purbalingga.
Reformasi perijinan yang dilakukan oleh Pemkab Purbalingga melalui pembentukan Kantor Pelayanan dan Perijinan Investasi (KPPI) yang pada awal tahun 2009 berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) dan KPM (Kantor Penanaman Modal), untuk memfokuskan kinerja investasi di Purbalingga. Namun, dalam kenyataannya ,dalam rangka efisiensi birokrasi, maka pada tahun 2011 ini, KPPT dan KPM kembali bergabung menjadi KPPI, seperti semula. Hal ini dilakukan bukan sekedar sebuah perubahan sistem yang dilakukan hanya untuk memenuhi “perintah pusat”, namun lebih dari itu, Pemkab Purbalingga melakukan investasi dengan memperhitungkan multiplier effects yang lebih besar bagi masyarakatnya. Berbagai fasilitas dan kemudahan ditawarkan kepada para calon investor agar tertarik untuk berinvestasi di Purbalingga. Kemudahan yang diberikan antara lain adalah proses perijinan usaha yang cepat (hanya 2-3 hari), fasilitasi dalam pencarian lokasi industri, pembangunan infrastruktur yang baik seperti jalan dan penerangan di sekitar lokasi industri, dan adanya mekanisme serta persyaratan yang jelas dalam mengajukan permohonan ijin usaha.
Selain berbagai kemudahan dan fasilitas diatas, untuk menjalin komunikasi yang baik dengan para pengusaha, Pemkab Purbalingga mengadakan pertemuan khusus yang disebut dengan “Purbalingga Business Forum.” Forum ini merupakan ajang penyampaian krritik dan saran dari pengusaha kepada jajaran Pemkab Purbalingga terkait dengan penyelenggaraan bisnis di Purbalingga. Forum ini oleh pemerintah dimanfaatkan untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan investasi yang telah ada sehingga diharapkan investor betah berinvestasi di Purbalingga dan dapat menarik para calon investor yang datang ke Indonesia.
Berbagai kemudahan dan komunikasi yang baik antara pengusaha dan pemerintah merupakan daya tarik tersendiri bagi Kabupaten Purbalingga sebagai tujuan investor, disamping tersedianya pasar tenaga kerja yang cukup besar. Hal ini disampaikan oleh Mukmin, Manajer PT Boyang Industrial, “Sebelum ke Purbalingga, kami telah mencoba ke beberapa daerah misalnya Sukabumi. Tapi disana prosesnya sangat lama dan sangat sulit. Setelah itu, kami coba ke Purbalingga dan ternyata benar proses perijinan sangat mudah dan cepat. Pemerintah pun mudah dalam memberikan ijin lokasi industri. Akhirnya kami memutuskan untuk berinvestasi disini saja.” Alasan yang hampir sama juga diungkapkan oleh beberapa investor lain, baik asing maupun lokal yang berinvestasi di Purbalingga.
Reformasi layanan perijinan yang dilakukan oleh Pemkab Purbalingga dapat dikatakan cukup sukses, terbukti dengan cepatnya pertumbuhan jumlah industri asing yang berdiri. Pada tahun 1976, hanya terdapat satu perusahaan asing di Purbalingga, yaitu PT Royal Korindah yang bergerak di bidang pembuatan bulu mata palsu. Saat ini jumlah perusahaan asing sudah mencapai 18 dan mampu menyerap kurang lebih 35.000 tenaga kerja.
Tidak hanya investor asing, Pemerintah Kabupaten Purbalingga juga memberikan perhatian yang besar kepada para pengusaha lokal. Selain dari sisi perijinan, berbagai program khusus dijalankan untuk mengembangkan industri lokal. Pemkab Purbalingga khususnya melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) menyusun berbagai program pengembangan industri misalnya dengan pendirian sentra industri, kerjasama dengan perbankan dalam penyediaan kredit usaha, sampai dengan pengkajian produk-produk kreatif yang dapat dikembangkan oleh masyarakat.
Pengembangan produk kreatif pada umumnya menggunakan bahan baku hasil pertanian mengingat pertanian di Purbalingga sampai saat ini masih merupakan sektor unggulan. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Prihadi, Kepala Bidang Industri Disperindagkop, “Dalam mengembangkan usaha lokal antara lain kami lakukan dengan pengembangan produk kreatif berbasis hasil pertanian. Karena sampai saat ini hasil pertanian masih terbesar, maka kami memanfaatkan ini untuk menciptakan produk kreatif dengan nilai jual yang lebih tinggi”. Untuk tahun 2009, produk kreatif yang dikembangkan adalah pembuatan Tepung Mocal yang merupakan hasil fermentasi singkong. Produk kreatif yang telah sukses sebelumnya adalah Mie Ganyong yang berhasil menjuarai PNPM Mandiri tingkat nasional. Kabupaten Purbalingga juga berhasil menjuarai Lomba Ketahanan Pangan Tingkat Nasional pada tahun 2004.
Jika dilihat lebih jauh, berkembangnya industri baik lokal maupun asing di Purbalingga membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat di dalamnya. Penyerapan tenaga kerja yang cukup besar pada sektor industri membuka peluang terciptanya lapangan kerja baru seperti warung makan dan kontrakan. Dampak lain yang menyertainya adalah meningkatnya pendapatan per kapita dan daya beli masyarakat. Demikian pula PDRB pada tingkat kabupaten pun naik signifikan, dari Rp3.408.083,52 juta pada tahun 2006 menjadi Rp3.887.240,54 juta pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 menjadi Rp4.527.907,95 juta,dan pada tahun 2009 mencapai Rp 5.081 Trilyun.
Iklim investasi yang baik tidak serta merta mengubah Purbalingga menjadi kota industri. Sampai saat ini, sektor pertanian masih lebih unggul dan menyumbang PAD yang cukup besar. Jika dilihat dari RPJP Purbalingga tahun 2000-2025, sektor pertanian dan industri merupakan sasaran yang sama-sama ingin dicapai keberhasilannya. Begitu pula berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Bappeda Kabupaten Purbalingga disebutkan bahwa sampai saat ini sektor pertanian masih dipertahankan disamping pengembangan sektor industri.

Menghidupkan Perekonomian Purbalingga
Tumbuhnya industri rambut palsu (wig) dan bulu mata palsu di Purbalingga tak lepas dari upaya pemdanya dalam menarik investor, terutama investor asing. Pengusaha yang bermain di industri ini banyak yang berasal dari Korea Selatan. Salah satu perusahaan Kor-Sel yang bermarkas di Purbalingga adalah PT Kesan Baru Sejahtera, produsen rambut boneka (mannequin hair) — biasa digunakan untuk pelatihan kapster salon. Hyang Sing Ji, salah satu pemilik Kesan Baru, menjelaskan, perusahaan ini telah mempekerjakan 212 orang Indonesia dan dua tenaga kerja asing. Kapasitas produksinya kini mencapai 110.700 potong/tahun, dan dipasarkan ke Kor-Sel dan Jepang dengan omset rata-rata US$ 605,57 ribu atau Rp 5,69 miliar setiap tahun.
Perusahaan Kor-Sel lainnya yang bermain di industri rambut dan bulu mata palsu adalah Royal Korindah, yang kini mempekerjakan hampir 2.000 orang — mayoritas pekerja wanita. Kapasitas produksinya mencapai 1,2 juta pasang/bulan atau 15 juta pasang/tahun. Sekitar 95% produknya diekspor, antara lain, ke pasar AS, Inggris, Jepang dan Arab Saudi. Produk ini bahkan diyakini dipakai Madonna dan Jenifer Lopez. Itu menurut berita Businessweek dan Reuter ujar Very Anjarwinarto, Manajer Pabrik Royal Korindah, bangga. Saat ini, ada 70-100 perusahaan di luar negeri yang menjadi pelanggan Royal Korindah, antara lain MAC, Make Up Forever dan Shuemura.
Menariknya, kendati ekonomi dunia sedang lesu sebagai dampak dari krisis finansial global, tahun 2009 Royal Korindah berencana menaikkan produksinya 15%-20%. Betul, akibat krisis tersebut, penjualannya sempat turun sekitar 10%, tapi perusahaan ini mendapatkan pelanggan baru dari Polandia dan Hong Kong.
Kendati banyak pengusaha Kor-Sel masuk ke industri rambut dan bulu mata palsu, pengusaha lokal di Purbalingga tidak mati. Salah satu pemain lokal adalah Fair Lady, milik Atingah, yang terletak di Desa Karangbanjar. mayoritas (sekitar 80%) penduduk Karangbanjar tergantung pada usaha pengolahan rambut. Karena Atingah kini menjabat sebagai kepala desa, operasional bisnisnya diserahkan kepada anaknya, Eko Setiawan, yang juga menjadi Manajer Pabrik. Wig dan bulu mata palsu Fair Lady banyak dijumpai di pasar lokal. produk ini memang dijual di pasar lokal, tapi sudah menjangkau seluruh Indonesia, antara lain Medan, Makassar, Padang, Balikpapan, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Produk Fair Lady pun makin beragam, seperti penjepit rambut (aksesori dari olahan rambut juga), sonya, ekor kuda, domi dan hair extension.
Menurut Eko, Fair Lady sekarang mempekerjakan 35 orang. Namun, ia juga mengajak orang lain untuk membantu (semacam plasma kecil) pekerjaan pengolahan rambut yang diupah per pekerjaan. Menurutnya, ada 50 orang yang terlibat di luar rumah produksinya (dikerjakan di rumah mereka masing-masing). Terutama, untuk bulu mata palsu, sejak 2007 produksinya diplasmakan. Selain itu, Eko juga menerima produk maklun (menjahitkan produk untuk merek orang lain). Tentu saja, aktivitas ini bisa menambah pendapatan perusahaannya. Tak hanya pengusaha yang menggeluti bisnis bulu mata dan rambut palsu yang tertarik berbisnis di Purbalingga. PT N.Y.P. Woodwork — perusahaan PMA yang sahamnya dimiliki Yamagashi Woodworking Ltd. (Jepang) dan PT Pinussa Dirgantara (H. Susilo Subiyakto) — menggeluti usaha pengolahan kayu di Purbalingga. Perusahaan ini memproduksi tatakan makanan (kamaboko-ita) dan alat sembahyang (gomaki) untuk orang Jepang.
Kenzaburo Sugimoto, pemilik dan Presdir N.Y.P. Woodwork, menjelaskan, perusahaan ini juga membuat segala kemasan kayu yang sangat halus olahannya, antara lain kotak sake, kotak cokelat dan kotak perhiasan. Seluruh produk Woodwork dipasarkan ke Taiwan dan Jepang. Namun, Kamaboko-ita dan gomaki masih tetap sebagai produk utama kami, tutur Ken. Ekspor kamaboko-ita ke Jepang nilainya sekitar 800 juta yen/tahun.
Ken tertarik membuka usaha di Purbalingga karena iklim investasi yang diciptakan pemdanya sangat kondusif dan mendukung untuk berbisnis. Terlebih, untuk memproduksi kamaboko-ita dan gomaki, bahan baku dan tenaga kerjanya tersedia banyak di Purbalingga. Ia yakin, dengan dukungan dari Pemda Kabupaten Purbalingga, masih banyak pabrik yang bisa dibangun di kota ini.
Keinginan untuk mendorong ekonomi di daerah ini. Maka, diciptakan iklim yang kondusif untuk berinvestasi dan berbisnis. Dengan memfasilitasi mereka yang mau melakukan kegiatan usaha diKabupaten purbalingga. Salah satunya, dengan memperbaiki perizinan usaha di Purbalingga. Maka, Sejak 2002 Purbalingga mulai merancang one stop service untuk perizinan investasi. Kala itu, belum ada petunjuk untuk konsep one stop service. Pemkab buat sendiri modelnya. Dan memangkas semua alur perizinan,. Awalnya, banyak yang menolak karena mereka kehilangan ‘objekan’ . Pada tahun 2003 dibuatlah peraturan daerah tentang pelayanan satu atap ini. Setelah itu, didirikanlah Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi (KPPI). Ditempatkannya para ahli di KPPI, bukan sekadar tenaga front office perizinan, tapi betul-betul one stop service. Jadi, diharapkan semuanya diselesaikan di lembaga ini.
Berkat terobosan itu, perizinan investasi di Purbalingga bisa keluar dalam hitungan hari, dan maksimal dua minggu, dengan biaya yang transparan pula. Padahal, sebelumnya bisa memakan waktu berbulan-bulan dengan biaya yang tidak transparan pula, sehingga banyak pengusaha yang mundur. Sejak adanya kemudahan dalam berinvestasi dan berbisnis itu, aktivitas investasi di Purbalingga bergerak. Sasaran Pemkab pada awalnya adalahmembidik para pengusaha lokal, terutama usaha kecil dan menengah, yang maju lebih dahulu dengan memanfaatkan kemudahan dalam perizinan investasi tersebut. Sayangnya, UKM di Purbalingga agak lamban bergerak, sementara pengusaha lokal yang sudah mapan lebih memilih jadi kontraktor. Maksudnya, pengusaha menengah-atas di Purbalingga lebih senang menadah proyek dari pemerintah.
Karena itu, Pemkab tidak bisa mengandalkan pengusaha lokal untuk menggerakkan dunia bisnis di Purbalingga, sementara di pihak lain rakyatnya harus cepat mendapatkan pekerjaan. Mau tidak mau pemkab mengundang investor asing. Dan, saat itu, banyak pengusaha dari Korea (Selatan) dan Jepang yang membuka bisnis di kota ini. Hasilnya, sekarang sudah ada 18 perusahaan PMA yang berinvestasi di Purbalingga sejak 2003 hingga 2010.Sementara pengembangan PMA 3 Unit, PMDN 18 Unit, dan plasma PMA 271 Unit.
Hyang Sing pun mengakui, Pemkab Purbalingga dan bupatinya sangat proinvestasi. Pelayanan dan perizinan investasi sangat mendukung, biaya perizinan pasti, dan tanpa tambahan biaya. Dukungan Pemda, KPPI, serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian sangat membantu pengusaha menjalankan bisnis di Purbalingga. Pengusaha melihat pemkab sangat proaktif terhadap kalangan industri, sehingga pengusaha menjadi lebih nyaman dan selalu ada masukan dari pemkab.
Di bawah Bupati Triyono, Purbalingga punya andalan baru, yakni bisnis pariwisata. Purbalingga punya objek wisata air yang sangat terkenal: Owabong. Menurut Hartono, Direktur Pengelola Owabong, ide pengembangan objek wisata ini berasal dari Triyono, yang melihat potensi lokasi tersebut karena memiliki sumber mata air yang bagus. Bahkan, bupati Triyono ini merogoh dari kocek pribadi untuk melakukan riset, apakah prospektif jika di Kawasan Bojongsari dibuat wahana.
Bisa dibilang, Owabong merupakan satu-satunya waterpark dengan sumber mata air alami. Fasilitas yang dimilikinya, antara lain, kolam renang ukuran Olimpiade dengan standar internasional, kolam arus (awal dan akhir), waterboom, kolam pesta anak, flying fox masuk ke air dan kolam tantangan. Rata-rata pengunjung per bulan sekitar 150 ribu orang. Itu untuk hari biasa. Sementara di kala peak season, pengunjungnya bisa mencapai 210 ribu orang. Kini, boleh dibilang Owabong menjadi penyumbang PAD tertinggi bagi Pemda Purbalingga. Tahun 2008, kawasan wisata ini ditargetkan berkontribusi sebesar Rp 3,25 miliar, belum termasuk pajak hiburan senilai Rp 2,4 miliar. Omset Owabong tahun 2008 ditaksir mencapai Rp 19-20 miliar. Kini, Owabong memang telah menjadi pohon pendapatan bagi Pemda Purbalingga.Untuk tahun 2010, Owabong ditargetkan sebesar Rp 4 miliar.
Perekonomian daerah Purbalingga semakin mengalami proses perubahan yang lebih baik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purbalingga. Semakin ramainya bisnis kuliner, semakin banyaknya dealer sepeda motor, counter HP, dan lain-lain usaha, merupakan bagian dari multiplier effect economy dari keberadaan pabrik-pabrik rambut Korea dan pabrik-pabrik lain yang berdiri di Purbalingga.
Bahkan seperti yang dilansir oleh harian Suara merdeka, Kepala Bappeda menyatakan bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Purbalingga diprediksi bakal turun dibanding tahun 2010. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) RI, pada tahun 2011 ini angka kemniskinan diprediksi turun menjadi 22% atau 188,7 ribu jiwa, dibanding 24,12% pada tahun 2010. Dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,42%, tingkat inflasi 3,35%, Angkatan kerja yang terserap 62,03%, pengangguran terbuka 3%, maka pengurangan penduduk miskin di Kabupaten Purbalingga tertinggi diantara wilayah Barlingmascakeb, yang turun sebesar 17,2%, diikuti Banjarnegara sebesar 13,7%, Banyumas 9%, Cilacap 5,8% dan Kebumen 3,7%. IPM yang Dicapai sebesar 70,9 dengan ekonomi Paritas Daya Beli mencapai 627,6
Perekonomian daerah Purbalingga semakin mengalami proses perubahan yang lebih baik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purbalingga.Kabupaten Purbalingga yang meraih prestasi sebagai kabupaten yang pro investasi selama 2 tahun berturut turut telah berusaha dengan baik dalam meningkatkan laju pembangunan ekonomi di daerahnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan PMA maupun PMDN, dan semakin sedikitnya jumlah pengangguran, walaupun sebagian besar tenaga kerja yang dibutuhkan adalah wanita. Kenyataan yang ada, Purbalingga justru kekurangan tenaga kerja wanita, sehingga juga membuka peluang bagi tenaga kerja wanita di wilayah sekitarnya. Tantangan ke depan adalah bagaimana mensejahterakan kaum buruh ini, dan pemberdayaan tenaga kerja pria di sektor yang lain.

FAKTOR FAKTOR PENGHAMBAT INVESTASI
Permasalahan utama yang dihadapi Daerah dalam pemasaran potensi wilayahnya adalah :
1. Relatif kurangnya kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia serta relatif kurangnya jiwa enterpreneurship pada aparatur Pemerintah Daerah sehingga kemampuan mengakses pasar (termasuk promosi) menjadi relatif kurang.
2. Relatif terbatasnya kapasitas potensi yang dimiliki sehingga tidak cukup memadai untuk ditawarkan/dipasarkan pada calon investor.
3. Relatif kurangnya kemampuan eksplorasi dan identifikasi potensi Daerah sehingga banyak potensi yang terpendam dan kurang diketahui padahal semestinya bisa menjadi daya tarik bagi investor dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan Daerah.
Adapun permasalahan yang umum dihadapi dalam pemasaran produk Daerah antara lain adalah :
1. Relatif terbatasnya kapasitas produksi sehingga tidak mampu menjamin jumlah dan kontinuitas supply sesuai permintaan pasar.
2. Relatif rendahnya kualitas produk sehingga tidak mampu memenuhi standar mutu yang disyaratkan oleh buyer/pasar.
3. Relatif terbatasnya informasi dan kemampuan mengakses pasar akibat relatif kurangnya wawasan dan kapasitas sumberdaya manusia serta jiwa enterpreneurship pengusaha lokal dan aparat Pemerintah Daerah yang terkait.

Dengan adanya keterbatasan tersebut ada beberapa perusahaan yang sampai dengan izin prinsip, kemudian batal mendirikan usaha di Purbalingga. Setidaknya yang pernah tercatat adalah :
1. Bounded Zone (Kawasan Berikat), Karena sesuatu hal yang terjadi dalam intern perusahaan, menyebabkan perusahaan tersebut membatalkan pendiriannya.
2. Rencana pendirian perusahaan sapi perah di desa Karangcegak kec. Kutasari pada tahun 2009, karena kegagalan mendapatkan sumber air bersih. Lingkungan eksternal sudah memadai, akan tetapi air untuk keperluan operasional peternakan kurang mencukupi. Telah dicoba dengan pembuatan sumur bor sampai kedalam +- 30 m, tetapi debit air yang keluar masih kurang memenuhi kecukupan minimal sebuah peternakan.
3. Pabrik DOC / Day Old Chicken. Pabrik ini urung didirikan di Purbalingga, karena pihak investor menginginkan tanah yang sangat murah dibawah pagu.


FAKTOR FAKTOR PENDORONG INVESTASI
Purbalingga, tak kalah dengan kabupaten lain, berusaha memberikan pelayanan yang sebaik baiknya kepada calon investor. Reformasi pelayanan investasi di Purbalingga dilakukan dengan cara penciptaan iklim usaha yang kondusif.
Antara lain melalui :
1. Political Will / komitmen pemerintah yang nyata dalam mendorong Dunia usaha dan investasi
2. Keterpaduan regulasi pusat dan daerah
3. Mengembangkan forum dialog antara pemerintah, perbankan, dan pelaku bisnis (utamanya intermediasi permodalan)
4. Memberikan kemudahan perijinan usaha melalui pelayanan one stop service yang sudah mengarah pada penerapan Standart ISO 9000 (efisiensi waktu, biaya, kepastian, transparansi, pengembangan informasi, dan networking)
5. Menghilangkan pungutan dan memberikan keringanan retribusi
6. Memberikan insentif pada kegiatan usaha produktif
7. Menyediakan data potensi dan akses informasi peluang usaha dan investasi
8. Memfasilitasi kegiatan promosi dan pemasaran
9. Menyiapkan prasarana penunjang / infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, listrik, komunikasi,dll)
10. Memfasilitasi peningkatan kualitas SDM aparatur, tenaga kerja/labour dan pelaku bisnis
11. Memfasilitasi penyediaan bahan baku (bagi jenis industri tertentu)
12. Pengembangan kerjasama antara daerah dibidang ekonomi (regional managemenr barlingmascakeb)
13. Menjaga terpeliharanya suasana aman dan tertib masyarakat melalui sapta pesona industri (keramahan, ketertiban,keamanan,kelancaran proses produksi,penyediaan tenaga kerja,penyediaan bahan baku,menjaga kelestarian lingkungan hidup)


KESIMPULAN

Perekonomian daerah Purbalingga semakin mengalami proses perubahan yang lebih baik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Purbalingga. Hal ini dapat dilihat :
1. Mekanisme pengajuan dan persetujuan, syarat, prosedur yang dapat dipangkas dan dipermudah pelayanannya. Hanya ada beberapa investasi di Purbalingga tidak ada yang mangkrak/ tidak terealisir setelah SP dikeluarkan.Itupun terjadi karena kemelut intern perusahaan, kurang memadainya faktor alam yang dibutuhkan, dan karena pihak investor yang tidak mendukung kemajuan masyarakat Purbalingga.
2. Bidang investasi yang ada kebanyakan dari sektor industri. Karakteristik industri yang ada dalam bidang rambut dan bulu mata menyebabkan tenaga kerja yang terserap adalah tenaga kerja wanita setidak tidaknya lulusan sekolah menengah. Kabupaten Purbalingga, sudah mengalami kekurangan tenaga kerja wanita di sektor ini, sehingga harus mendatangkan tenaga kerja wanita dari kabupaten sekitar. Sedangkan untuk tenaga kerja pria, lebih terfokus dalam bidang pertanian dan industri perkayuan. Kedepan, dengan akan didirikannya pabrik gula tebu di Purbalingga, yang sampai saat ini telah sampai pada tahap MoU,maka permasalahan tenaga kerja pria,dengan sendirinya akan terpecahkan.
3. Kesesuaian antara Usulan dan implementasi di lapangan, sudah baik. Hal ini dilihat dari indikator kepuasan pelayanan yang diberikan oleh pemkab, kepada pengusaha.
4. Faktor pendorong dan penghambat investasi di Purbalingga, disadari betul oleh Pemkab Purbalingga, sehingga dikelola sedemikian rupa untuk meminimalisir faktor penghambat yang ada. Dengan Tata kelola yang demikian, Purbalingga meraih berbagai penghargaan antara lain:
• Juara 1 Kabupaten Pro Investasi di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004
• Penghargaan Otonomi Award dari Harian Umum Suara Merdeka di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan Investasi, tahun 2005
• Penghargaan Otonomi Award dari Jawa Pos Institute Pro Otonomi di bidang pelayanan kesehatan dfan Investasi, tahun 2006
• Penghargaan Citra Bhakti Abdi Negara dari Presiden RI di Bidang Pelayanan Publik, tahun 2006
• Penghargaan Pembangunan Sektor Ketenagakerjaan dari Mennakertrans RI, tahun 2007
• Penghargaan Citra Pelayanan Prima dari Presiden RI di Bidang Pelayanan Perijinan, tahun 2008
• Juara 1 Kabupaten / Kota Pro Investasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah, tahun 2009
• Kabupaten Dengan Kinerja Pemerintahan Terbaik Se- Jawa Tengah Untuk Kinerja Tahun 2008, Dirilis pada tahun 2010


DAFTAR PUSTAKA

 Majalah Layanan Publik, Purbalingga Bangkit dari keterbatasan, Edisi XXXIII tahun VI, 2010.
 10 Tahun Bersama Membangun Purbalingga (Tahun 2000 – 2010), Pemkab Purbalingga, Bagian Humas Setda, 2010
 Internet, http://bappeda.semarang.go.id/uploaded/publikasi/IMPLEMENTASI_OSS_-_WESTRI.pdf
 Internet,http://www.klik- galamedia.com/indexedisi.php?id=20081107&wartakode=20081107054947, membangun Iklim Investasi di Daerah, DR.H Edi Siswadi, M.Si, November 2008
 Internet, http://economy.okezone.com/read/2009/09/09/20/255761/investasi-pendorong-pertumbuhan-ekonomi
 Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Purbalingga Menuju Masa Depan, Purbalingga : Bentang Pustaka
 Anonim. 2010. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) tahun 2005 – 2010.Purbalingga:Pemkab Purbalingga
 

Masa Lalu

Masa Lalu
My Family

Saat Ocha mikir

Saat Ocha mikir
jagoanku

my super hero

my super hero
Saat Rifky masih kecil

Lets Go To Dream

Lets Go To Dream
my dream come true

Istana Wagub

Istana Wagub
cieee ...

mikir ......